Rabu, Desember 07, 2016

Rindu Menulis

Aku rindu menulis seperti aku rindu pada waktu-waktu yang lalu, ketika irama rintik hujan terdengar bagai senandung lagu pengantar tidurku.

Jemariku kaku seperti jemari manekin di etalase butik-butik bergengsi. Jiwaku mematung di sana, membiarkan zaman menggonta-ganti kostumku sesuai trend dan musim.

Tanah kelahiranku hanya memiliki musim penghujan dan kemarau, namun kemajemukan masyarakatnya begitu beragam. Aku pun tak butuh empat musim, jika dua saja sudah menyamankan.


~ Wil Twilite ~
Selasa, Desember 06, 2016

Annoying WhatsApp Group(s)

Kenapa WhatsApp tidak membuat konfirmasi terlebih dahulu untuk group, ya...? Betapa seringnya kita tiba-tiba sudah menjadi anggota sebuah group. Dan tidak sedikit group yang isinya sama sekali tidak penting, notifikasinya mengganggu dan membuat kita ingin left, tapi ngga enak hati.

Belum lama ini, tiba-tiba ada group jualan milik salah seorang ibu dari teman sekolah lil' angel. Dia memposting begitu banyak barang dagangan yang tidak satupun saya perlukan sama sekali. Tiba-tiba satu persatu "anggota"-nya left, kesempatan saya ikutan left juga. Miris sekali.

Ada juga group arisan yang isinya cuma menagih para anggotanya untuk membayar arisan. OMG! Bok! Udah gitu, nama orang yang keluar pada saat penarikan, difoto dan diposting di group, padahal semua anggota hadir menyaksikan. Oh, so ngga penting banget, kan?

Sindrom "Maaf, salah kirim" pun marak di group-group yang jumlahnya sudah overdosis ini, entah benar salah kirim atau terdapat unsur kesengajaan, for any reason, karena terlalu sering terjadi. Semacam ingin mencari perhatian tapi kehabisan ide. Huft!

Begitulah sekilas fenomena maraknya WhatsApp Group yang salah kaprah. Sebagian sudah saya mute, tapi angka notifikasi tetap muncul. Jadi kesannya kita dapat banyak pesan, padahal itu zonk. Hahaha... dunia ini mungkin sudah semakin mengherankan... Lucu, sih, tapi... (isi sendiri aja).


~ Wil Twilite ~
Minggu, Desember 04, 2016

Twittaland


Setiap orang menjalani hidup ini dengan caranya. Twittaland (Twitterland) merupakan refleksi kecil kehidupan yang dijalani. Tidak peduli itu akun real atau alter.

Bila dalam dunia nyata tak bebas berekspresi, maka Twittaland semestinya menjadi tempat alternatif yang nyaman. Dengan atau tanpa topeng, terserah. Menjadilah sesukamu. Mau jadi kalem atau nyinyir, itu juga pilihan. Mau monolog atau mention sana-sini, tergantung kebutuhan.

Feel free to follow or unfollow, no heart feeling. Kalau dunia nyata terasa rumit, di Twittaland baiknya dibawa santai saja. No Baper !! That's why ada option unfollow, mute, dan block. Take it easy !! Don't take Twitter seriously, maka akan hilang kesenangan menggunakannya sebagai sarana hiburan.

Ekspresi diri tersalurkan, syukur-syukur kalau bisa menambah teman. Nambah musuh lewat Twitter..?? Come on, sesuram itukah hidupmu, sampai di dunia maya pun sukanya cari musuh..?? Ckckck !! Kalau punya bakat jualan, Twittaland bisa jadi sarana untuk menghasilkan uang. Kok kamu malah memilih untuk cari musuh..?! Begitu banyak hal lain yang lebih baik untuk dicari dalam hidup ini.

Well, kira-kira begitulah sekilas review selama menjadi penghuni Twittaland. Baik atau buruk, semua kembali pada cara dan tujuan masing-masing dalam menggunakan dan memanfaatkannya.


~ Wil Twilite ~
Selasa, November 22, 2016

Detak Sunyi

sunyi berdetak pada jam dinding
sementara irama degup jantung
hanyalah kesunyian lain yang lebih liar


~ Wil Twilite ~
Senin, November 07, 2016

Alhamdulillah for Everything

Kisah bergulir dituliskan pena waktu, di atas kanvas kehidupan, sarat misteri, segala dugaan hanyalah menyentuh kemungkinan-kemungkinan saja.

Perjumpaan hanyalah isyarat akan adanya perpisahan di kemudian waktu. Maka senantiasa jadikan setiap detik dalam kebersamaan itu bermakna. Jalani dengan sepenuh hati.

Kebahagiaan, sejatinya hanya dapat dirasakan oleh jiwa-jiwa yang menjalani segala ketentuanNya dengan tulus, ikhlas, tanpa prasangka kepadaNya.

Percayalah, bahwa baik dan buruk sejatinya telah dituliskan dengan indah olehNya, sebelum nafas ditiupkan dan kelahiran kita dianugerahkanNya.

Aku bersyukur atas segala rahmat dan hidayahMu, Yaa Rabb.. senantiasa dalam lindunganMu di setiap langkah yang kutapaki.. Alhamdulillah..

~ Wil Twilite ~
Rabu, November 02, 2016

Pertautan takdir

Jalan hidup setiap insan telah terjalin rapi pada garis takdir masing-masing. Kadang takdir antara seseorang dengan yang lain saling bertautan.

Aku bahagia telah berpapasan takdir denganmu, yang melahirkan sebuah pembelajaran baru tentang suatu hal yang baru kupahami setelah aku mengenalmu.

Tentang cinta yang masih muda, membalut hati dalam ketertarikan yang terasa begitu asing pada mulanya, merasuki celah lain labirin pemikiranku.

Hadirmu meronakan jiwa yang tertidur pulas dalam buaian waktu, seusai reda hujan di musim yang telah terlewati. Kamu serupa pergantian musim yang paling ditunggu dari empat musim yang pernah ada.

Spring.


~ Wil Twilite ~
Senin, Oktober 31, 2016

kerling dan kerlip

Setiap kali kerling mata bertemu kerlip bintang,
terasa ada chemistry yang mengikat,
seolah keduanya pernah bersama,
tahunan cahaya silam...


~ Wil Twilite ~
one lonely star
Kamis, Oktober 27, 2016

Larik keheningan

So, if you're too tired to speak, sit next to me, because I am fluent in silence...

Tak perlu berkata-kata. Cukuplah duduk disampingku. Pun kita tak perlu saling menerka apapun di benak masing-masing. Bolehkah kugenggam jemari lentikmu, tuk sekedar mengalirkan desir di dadaku, yang semakin bergemuruh tersengat gelombang feromon tubuhmu.

Kekasih, diantara milyaran detik yang 'tlah kita bagi, dalam tiap perbincangan penuh makna, ada kalanya syahdu kesunyian memainkan larik-larik keheningan dalam iramanya sendiri.

Tetaplah menjadi dirimu, sebab usia hanyalah angka-angka. Sejatinya, kitalah yang memberi makna dalam hubungan ini.


~ Wil Twilite ~
Minggu, Oktober 16, 2016

malam ini...

Malam ini,
cintaku menyamar sebagai ingatan
yang merasuki otakmu
hingga partikel terkecil,

sehingga tiada celah tersisa untuk sesiapa,
selain aku...


~ Wil Twilite ~
Sabtu, Oktober 15, 2016

long distance

Dear Spring,

I exist in two places,
HERE, and
WHERE YOU ARE...

~ Margaret Atwood
Minggu, Oktober 09, 2016

Komitmen

Ada banyak faktor yang membuat seseorang enggan, belum mau, atau bahkan tidak ingin membuat komitmen dengan seseorang yang sedang dekat dengannya.

Menurutku, jika istilah "komitmen" itu terdengar atau terasa begitu berat dan seriusnya, dengan berbagai konsekuensi serta resiko yang menyertainya, mungkin kita bisa menggantinya dengan istilah "aturan main".

Begini. Fine, jika dia menyatakan belum siap atau apapun alasannya, untuk berkomitmen, tapi kalian berdua sudah menjalani hubungan selayaknya orang yang sedang berpacaran, seperti saling memberi greeting setiap pagi, mengingatkan tiap waktu makan tiba, ngobrol berjam-jam di telepon atau setiap kali bertemu secara langsung, menikmati setiap sentuhan yang terjadi, hingga mengucapkan selamat tidur setiap malam, dan masing-masing sama-sama tidak sedang dekat dengan perempuan lain.

Friend Zone semacam ini sangat rentan bahkan di dunia hetero seksual sekalipun, apalagi di dunia L. Karena wanita, sejatinya membutuhkan kejelasan dan kepastian. Jika tidak ingin hal itu disebut komitmen, tetap perlu ada "aturan main" yang jelas. Dibicarakan dari hati ke hati, memastikan bahwa dasar hubungan ini adalah perasaan saling membutuhkan. Aturan main di sini sebenarnya demi untuk menjaga apa yang telah terbina, ketika komitmen dianggap merupakan suatu tahapan yang lebih tinggi dan terkesan serius.

Padahal, menurutku, apa sih beratnya komitmen, ketika kita satu sama lain telah saling memahami situasi dan kondisi yang ada, dan bisa menerima segalanya? ada begitu banyak kisah percintaan L, di dunia timur maupun barat, dalam berbagai usia, tak peduli mereka ABG yang masih mencari jati diri, mereka yang usia 20's, 30's bahkan 40's yang memiliki hubungan berlandaskan komitmen, sudah bertahun-tahun menjalin hubungan bahkan sudah tinggal bersama, adopsi anak, dll. Toh masih bisa kandas di tengah jalan.

So, kenapa harus takut dengan komitmen? Takut mengikat, terikat, dan diikat? Apakah komitmen itu mutlak akan mengikat hubungan percintaan sampai mati? Jangankan untuk kalangan homoseksual, komitmen dalam pernikahan heteroseksual pun, yang sudah dilindungi dan diatur oleh undang-undang, masih bisa bercerai.

Mari kita sama-sama renungkan lebih dalam hakikat komitmen ini, secara personal kepada diri kita masing-masing. Sejauh mana hubungan kita dengan someone special memerlukan yang namanya komitmen?

~ Wil Twilite ~
Senin, September 19, 2016

My Comfort Zone

Comfort zone adalah senyaman-nyamannya tempat untuk menetap selama yang kita inginkan. Namun akhir-akhir ini, atau bahkan mungkin sudah sejak entah kapan, banyak kita dengar istilah "keluar dari comfort zone".

Mengapa banyak orang justru berharap dirinya mampu untuk keluar dari comfort zone, dan atau "memotivasi" orang lain untuk keluar dari comfort zone. Why?

Bila sudah berada di tempat yang begitu nyaman, biasanya orang akan merasa enggan untuk beranjak. Paradoks sekali, comfort zone ini. Orang mencari kenyamanan, dan ketika sudah menemukan dan berada di zona nyaman itu, malah ingin meninggalkannya.

Hal atau situasi yang membuat nyaman semestinya tidak untuk membuat kita beranjak kemana-mana lagi. Sebab tak mudah untuk mendapatkan kenyamanan itu. Sebagian orang meraihnya lewat berbagai upaya dan usaha, sebagian lagi karena takdir.

Seorang teman berpendapat bahwa untuk tinggal dan menetap di zona nyaman mungkin terasa aman dan menenteramkan, tapi tidak akan membuat kita berkembang. Istilahnya, bagai katak dalam tempurung. Ruang gerak begitu terbatas.

Itulah sebabnya aku merenungkan kembali tentang comfort zone ini. Apakah aku harus mulai mengubah sudut pandangku tentang kehidupan yang kujalani?

Temanku kembali menanggapi, bahwa menurutnya, aku tak perlu mengubah apapun, cukup memperluas area comfort zone yang saat ini kumiliki, untuk meraih tujuan hidupku. Atau jika tidak bisa demikian, baiknya keluar saja dari comfort zone.

Adalah merupakan pilihan, untuk tetap berada dalam comfort zone, atau beranjak meninggalkannya. Namun bila memutuskan untuk beranjak, harus jelas kemana kaki akan melangkah kemudian, dan tentunya dengan alasan yang sangat kuat. Tidak hanya sekedar pergi dan berlalu begitu saja, tanpa tujuan yang pasti.

~ Wil Twilite ~


Minggu, September 04, 2016

Kebersamaan



Perjalanan waktu menyisakan kesan, bagai aftertaste secangkir kopi yang kita bagi, seusai kita melewati malam-malam penuh bintang. Kamu, di denyut nadiku.

Ketika usia tak lagi menjadi penghalang bagi kita untuk dapat saling memahami. Kamu, perempuan muda yang menerima keterbukaan yang kuajarkan padamu sejak awal perkenalan kita.

Sejauh ini, aku bersyukur 'tlah menemukan, dan memilikimu di hidupku. Kita berjalan beriringan, saling menggenggam erat jemari. Jarak bukanlah penghalang bagi tiap perjumpaan syahdu kita.

Tetap jadilah dirimu sendiri, dan sampaikan dengan lugas apapun yang kamu rasakan, inginkan, hingga yang membuatmu merasa tidak nyaman denganku.

~ Wil Twilite ~
Minggu, Agustus 14, 2016

yang 'tlah jauh

Menari diantara waktu.

Seperti pikiranku, 
dan lantun kenangan 
yang mengalun syahdu.

Bukan kepada dia yang 'tlah berlalu, 
melainkan pada suatu masa yang dirindu.

...yang 'tlah jauh...


~ Wil Twilite ~
Kamis, Juni 16, 2016

Puisiku

Aku suka berpuisi,
disaat aku tengah jatuh cinta
dan disaat patah hati

Dua musim yang menggelorakan
dan menghempaskan rasa

Penaku mengalun


~ Wil Twilite ~

waktu, menghitung

Aku tak menghitung
dedaunan jatuh di musim gugur,
atau menghitung detak waktu...

Aku lebih menyukai
menghitung irama debaran jantungmu,
dipelukku...


~ Wil Twilite ~
Rabu, Juni 15, 2016

mengerak, rindu

Spring

Kepada yang terkasih,
ini rindu yang tak tereja kata,
tak terlukis masa..

Tersemat kuat mengerak,
hingga sulit kulepaskan..


Autumn

Kata dan masa memiliki batas,
namun semat rindu yang mengerak
bagai dikekalkan waktu..

Teruraikan di perjumpaan syahdu..


~ Wil Twilite ~
Minggu, Juni 12, 2016

if you love me...

Menyukai saya,
mungkin ada batasannya..
Tapi kalau sudah mencintai saya,
kamu mesti sanggup
melampaui semua batasan
yang ada..


~ Wil Twilite ~
Sabtu, Juni 11, 2016

love me this way...

You may not be her first, her last, or her only.
She loved before she may love again.
But if she loves you now, what else matters...?

She's not perfect - you aren't either,
and the two of you may never be perfect together.
But if she can make you laugh,
cause you to think twice,
and admit to being human and making mistakes,
hold onto her and give her the most you can.

She may not be thinking about you
every second of the day,
but she will give you a part of her
that she knows you can break - her heart.

So don't hurt her, don't change her,
don't analyze and don't expect more
than she can give...

Smile when she makes you happy,
let her know when she makes you mad,
and miss her when she's not there...


Bob Marley

Senin, Juni 06, 2016

lelap, rindu

hanya ada malam yang semakin larut
dalam irama yang hening
kuselimuti kamu yang terlelap
dengan kehangatan rindu


~ Wil Twilite ~
Minggu, Juni 05, 2016

with you

senja tersenyum
pada jarak ribuan mil
dan samudera yang membentang
kebersamaan telah mengisi relung hati
dalam debar yang menghangatkan jiwa


~ Wil Twilite ~
Kamis, Juni 02, 2016

Menunggu

Malam menoleh sejenak pada senja yang berlalu
Semestinya tak perlu
Sebab senja hanya satu jeda pergantian waktu
Ketika mentari ke peraduan


~ Wil Twilite ~
Rabu, Juni 01, 2016

My #HujanBulanJuni

Ketika setiap orang merayakan 1 Juni-nya masing-masing,
aku hanya duduk termenung
ditemani secangkir teh dan bulir kenangan di ingatan,
tentang #HujanBulanJuni

Pada tiap halamannya
menyisipkan kisah sedih dan rintik air mata
jutaan insan yang hendak disembunyikan
di balik rinai hujan...

Insan kerap sembunyikan tangis,
hanya karena enggan terlihat lemah dan rapuh.
Bukankah air mata itu indah...?
Mengalir dari kedalaman rasa...

Mungkin, sebab itulah hujan selalu dirindukan.
Sebagai peneduh rasa, sebagai pengingat kita
akan air mata yang pernah jatuh, sebagai...

Dan rindu pun luruh ke bumi bersama hujan,
anggaplah usai seluruh perbincangan
yang tertunda, entah sampai kapan...
sebab kata hanyalah hampa...

Kata-kata tidak semurni hujan
yang derasnya meluruhkan rasa.
Maka bila rasa itu sungguh ada,
tidak perlu banyak berkata-kata...

Datanglah sebagai hujan yang nyata...


~ Wil Twilite ~
Selasa, Mei 17, 2016

#Anonim

Anonim.
Mungkin ia memang tak perlu bernama.

Sebutkanlah satu nama untuknya,
mungkin ia akan menjadi lebih bermakna.

Sejauh mana seseorang memerlukan makna?
Sejauh mana seseorang ingin memaknai sesuatu?
Terkadang makna bisa sangat bias,
bagaimana dengan perasaan?

Dan bagaimana bila
aku pun mulai lelah
membendung arus rasa
yang mengalir membanjiri hati?

Dan bagaimana bila
bendungan itu roboh?
Maka alirannya akan mengalir ke laut.
Menggulung saat pasang ombak.
Dan tak lagi sama, rasa airnya.

~ Wil Twilite ~
Sabtu, Mei 14, 2016

Kesunyian...

Tidak ada yang menungguku,
maka aku pun beranjak.
Riuh tak pernah tenangkanku.
Pikiranku sesunyi malam
yang menaungi semesta dalam gulita.

Mungkin aku tidak butuh kamu
seperti mentari dan hujan.

Mentari,
begitu pasti 'tuk selalu menyinari..
Hujan,
begitu pasti menyejukkan..

~ Wil Twilite ~
Kamis, April 28, 2016

Menjadi Rahasia

Bolehkah aku menjadi rahasia,
yang cukup tersimpan di sanubarimu,
tidak untuk diceritakan kepada sesiapa...?

Bolehkah aku menjadi rahasia,
yang pernah bersembunyi
di relung hatimu...?

Bolehkah aku menjadi rahasia,
yang tak terkisahkan
diantara wanita-wanitamu...?

Bolehkah aku menjadi rahasia,
yang tak perlu diketahui
sejauh mana hadirku telah
menyelusup ke dalam takdirmu...?

Bolehkah aku menjadi rahasia,
dalam diammu,
dalam ruang hampa di jiwamu,
dimana aku pernah bersemayam...?

Bolehkah kisah ini cukup menjadi rahasia
antara aku, kamu, dan
ruang mimpi yang pernah kita singgahi bersama
tanpa keinginan-keinginan lainnya...?


~ Wil Twilite ~


Kamis, April 07, 2016

Stardust [Soulmate]

If you came to me
with a face I have not seen,
with a name I have never heard,
I would still know you.

Even if centuries separated us,
I would still feel you.

Somewhere between
the sand and the stardust,
through every collapse and creation,
there is a pulse that echoes of you and I.

When we leave this world,
we give up all our possessions
and our memories.

Love is the only thing we take with us.
It is all we carry from one life to the next.

-Lang Leav


Minggu, April 03, 2016

My Calmness Moment

Keheningan yang aku suka, adalah berada di ruang kerjaku, keheningan yang menenteramkan. Satu tahun aku menikmatinya dalam menguraikan rasa. Rasa yang bergelombang bagai samudera di laut lepas. Menggulung, mengombang-ambing bahtera di atasnya.

Adakalanya aku menjadi gelombang itu, adakalanya aku menjadi bahtera itu. Sesuka perasaanku saja. Sesuka mood-swing-ku yang berganti kapan saja ia mau. Ya, aku sudah mengalami sebimbang dan selabil itu, membiarkan diriku dikendalikan perasaan, dan mengabaikan logika.

Kini, aku membiarkan semuanya berlalu. Sudah cukup rasanya waktu yang kubiarkan membelenggu perasaanku sedalam ia menusuk kalbuku. Ya, sudah cukup. Sebelum hatiku berkarat, kulepaskan perlahan pedang yang kubiarkan menancap di sana, kubalut sendiri lukaku, sebab hanya aku yang merasakan sedalam apa pedang itu menancap dan di bagian mana aku terluka di jantungku.

Atau mungkin, aku tak pernah menyebutnya luka. Itu kuanggap sebagai bagian dari sebuah proses pembelajaran, bahwa apa yang tak dapat disembuhkan, harus diderita... dan dengan sukarela aku menikmatinya... Ups! tapi jangan salah, aku bukan masokis, yaa...

Cukuplah keheningan ini memberi makna, ke dalam diriku, di luar diriku, kubiarkan semua bersinergi, untuk menyembuhkan lukaku di alur waktu, menjadikan diriku lebih kuat untuk menghadapi hari esok yang lebih baik. Dan tentunya, selamat datang kepada diriku yang lebih baik, yang sudah melewati fase-fase di belakang jejak-jejak langkahku.

Kini, aku sudah siap menyambut musim yang baru, serta kejutan-kejutan yang datang bersamanya. Bahwa setiap musim yang berganti, sejatinya tak abadi. Mungkin saja kita hanya akan berpapasan selintas lalu, atau kita akan duduk-duduk sejenak di sana sambil minum kopi dan menikmati setiap momennya... atau barangkali kita akan hanyut dalam pelukannya, entah untuk berapa lama, sehangat ia mendekap, sejauh ia sanggup menggeliatkan jiwa dalam roller-coaster bersamaku...

Sebab tak ada yang pasti, semua mengikuti musim yang tak setia. Namun, musim akan selalu berganti, dan kembali... sesederhana hadirnya mereka yang datang dan pergi...

"No matter how long the Winter, Spring is sure to follow" - Proverb


~ Wil Twilite ~


Rabu, Maret 23, 2016

Hello, Spring...

Those who contemplate the beauty of the earth
find reserves of strength that will endure
as long as life lasts.

There is something infinitely healing
in the repeated refrains of nature -
the assurance that dawn comes after night,
and spring after winter.


- Rachel Carson, Silent Spring
Senin, Maret 21, 2016

The Intern

Dua minggu yang lalu, kantorku kedatangan dua orang anak magang dari PTS luar kota. Satu laki-laki dan satu perempuan. Kebetulan divisiku ditawarin duluan sama HRD-nya. Langsung aja aku minta yang perempuan, dong.. hahaha.. karena memang pekerjaannya kebanyakan yang membutuhkan sentuhan tangan perempuan juga, sih.. bukannya apa-apa..

Namanya Mayang, panggilannya "Yang" aja kali, ya... :D. Singkat cerita, aku jadi coach-nya. Dia nampaknya mengagumi wawasanku tentang hal-hal yang dia ingin tahu. Mengingat gayanya yang chic, jelas Mayang ini anak mall sejati. Selain setiap hari kita sarapan bareng di kantin kantor, dia seneng banget sesekali aku ajak makan siang ke Grand Indonesia, Sarinah, Atrium, dan lain-lain. Well, ngga cuma berdua aja, ya, catet! Rame-rame sama teman-teman kantor yang lain, dan ngga setiap hari juga, sih. Ngga mendidik banget deh, kesannya.

Hobby Mayang yang lain adalah selfie, khas abege banget, deh. Entah udah berapa kali dia ngajak aku selfie setiap kali kami duduk bersebelahan saat jam makan siang. Kalau aku boleh baper sedikit, aku merasa dia maunya emang duduk dekat aku terus, sih. Aku ngga pernah minta dikirimin foto hasil selfie-selfie-an sama dia. Please, deh, jaim dong aku.

Setelah dua minggu kami menjadi cukup akrab, Mayang dengan sopan minta nomor WhatsApp-ku, dan aku berikan. Jumat kemarin, dia kirimkan foto-foto selfie kami yang sudah diedit-edit sama dia pakai aplikasi. Aku melihat WhatsApp-nya saat sedang on the way home, diantara kemacetan, dan jadi senyum-senyum sendiri aja. Lumayan lah buat hiburan.

Keesokan harinya, pagi-pagi saat aku baru mengaktifkan handphone, ada notifikasi di instagram-ku. Mayang has requested to follow you. Wew! Dapat dari mana dia instagramku, ya? Aku tidak langsung accept. Aku diamkan saja sampai weekend ini pun berlalu.

Dan pagi ini, ketika aku sedang asik menikmati my monday morning coffee sambil baca buku ringan, tiba-tiba foto Mayang muncul di WhatsApp Call. Aku agak kaget karena masih pagi banget, ya.

"Halo..."

"Halo, Mba.. lagi di ruangan, ngga?"

"Iya nih, saya di ruangan, kenapa, Yang..? Mau ngajakin sarapan sekarang?" (Yaaaaaang... :D)

"Enggak, Mba.. Justru Mba jangan sarapan dulu, ya.. Saya bawakan sesuatu untuk Mba, saya izin ke ruangan Mba, ya.."

Tak lama kemudian, dia muncul membawa macaroni cheese.

"Kamu ulang tahun, Yang..?" (Yaaaaaaaang lagiiii.. :D)

"Enggak, Mba. Pengen bawain aja. Pokoknya ini khusus buat Mba, ya, jangan bilang-bilang yang lain, please.."

Aku sempat tersenyum bingung, dan disaat aku masih kebingungan mencerna kata-katanya, ia menambahkan, "Mba, macaroninya aman, kok, ngga ada jampi-jampinya, dihabiskan, ya..", kemudian dia berlalu meninggalkan ruanganku.

Alhamdulillah yah.. rejeki anak soleha kayaknya nih. Aku pun menikmati macaroni itu sambil lanjut ngopi. Hmm.. barangkali Mayang senang dengan coaching-an aku, kali, ya.. hehehe.. #PositiveThinking aja :)


~ Wil Twilite ~
Jumat, Maret 18, 2016

Me and My Solitude

Ketika hanya malam
yang sanggup mengeja diamku,

selebihnya,
pagi hanya menyimpan semua mimpiku
dalam kebisuan yang lengang...


Sejatinya, pemahaman berproses dalam diam, ketika diri menilai sikap dan reaksi seseorang atas kata-kata maupun tindakanku. Dalam hal ini perlu kesinambungan antara hati dan pikiran.

Dalam diam tersirat keraguan, menimang segala aspek yang merujuk pada satu keputusan. Dan, keputusan mengambang di awang-awang bagai gugusan mega di lembayung senja yang perlahan menutup tirai kelam malam.

Ada kalanya aksaraku menjelma ikrar yang lain, tatkala ku takut ia menyerupa benang-benang ingatan yang tengah kurajut menjadi tautan rindu berjelaga, dalam termenung.

Rindu, yang tak semestinya dihadirkan...
Cukuplah sunyi ini mengintai sejauh pemahaman dalam diam.


~ Wil Twilite ~



Minggu, Maret 13, 2016

in #coffee we trust

Kepada secangkir kopi, pagi ini aku bercerita tentangnya. Sebab, memang hanya kopi saat ini yang mampu memahami dalamnya perasaanku.

Secangkir kopi akan merahasiakan setiap apa yang kuutarakan.. tentang dia, tentang siapa saja, tentang apa saja.. kami bercakap dalam sesapan yang dalam..


I looked into her eyes and knew: the fire that warms can also destroy. "Expect nothing, and appreciate everything", I told to myself. And what matter most, I don't even seek for anything that could put me in some inconveniently situations, not anymore, after all that I've been through in this life.


Bahayanya tulisan adalah kamu dapat merasa paling engkau dalam segala yang aku ceritakan.


~ Wil Twilite ~
Selasa, Maret 08, 2016

Sang Pelukis Senja

Ingatanku menelusuri kisah tujuh tahun silam. Ketika seorang sahabat, mengenalkanku dengan seorang pelukis wanita bernama Sheilla. Setelah beberapa kali saling berkirim email, lalu bertukar nomor handphone, Sheilla mengajakku bertemu di salah satu mall di Tangerang Selatan.

Saat itu Sheilla membawakan beberapa miniatur lukisan hasil karyanya, yang sebagian besar bertema bunga atau taman yang indah penuh bunga-bunga. Aku tidak begitu mengerti mengenai lukisan, kala itu. Maka ketika ia bercerita tentang aliran dan lain sebagainya, aku mendengarkan sekedarnya. 

Dengan tidak mengindahkan reaksiku yang biasa-biasa saja, Sheilla tiba-tiba mengambil kamera SLRnya, dan mengarahkan lensa ke wajahku. Aku kaget dan reflek menghindar, sambil sedikit marah. Dia kemudian minta maaf. Selanjutnya, ia menunjukkan foto-foto yang ada di kamera itu kepadaku. "Ini beberapa lukisanku yang lain, Wil", seraya merapatkan bahunya padaku dan memperlihatkan foto-foto lukisan lainnya, dan juga foto keluarga besarnya. "Aku dari keluarga baik-baik, Wil. Jadi, kamu tidak perlu merasa khawatir kalau aku akan melakukan hal yang aneh-aneh. Aku sudah mendengar dari Dhea tentang traumamu sama mantan kamu...". Ia menjelaskan tentang keluarganya. Ia tahu aku punya trauma dengan mantanku yang pertama, dari Dhea, teman yang memperkenalkan kami. Aku mengamati jemarinya menekan tombol forward dengan jeda yang pas. Aku merasakan ia merapatkan tubuhnya, dan hal itu membuatku merasa canggung.

Tak lama kemudian, handphone nya berbunyi. "Iya, Sayang... Mama ada di Starbucks sama teman Mama, kamu mau ke sini?", ucapnya penuh kelembutan yang aku duga kepada anaknya. Dan benar, ternyata ia turut membawa kedua putranya ke sini, mereka langsung ke Gramedia, sementara Sheilla menemuiku di Starbucks. Tak lama kemudian, kedua naknya muncul. "Ini teman Mama, Tante Wil. Ayo salim, ya". Setelah sekilas memperkenalkan kami, Sheilla mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya, kedua anaknya ingin main Time Zone.

Ia melanjutkan ceritanya, sambil matanya intens menatapku. Jemarinya sesekali menyentuh lembut jemariku. Sorot matanya lembut namun terasa "mengundang". Aku merasa agak kurang nyaman. Tiba-tiba ia meraih ujung jemariku, "Menurutmu aku cantik?" tanyanya. Aku kaget, sungguh pertanyaan yang tiba-tiba dan tak kuduga. Aku menarik perlahan jemariku dari genggamannya. Ia nampak sedikit tersinggung. "Biasa aja", jawabku kemudian. Kini, aku merasa bodoh atas jawabanku kala itu. Sungguh tak beretika. Tapi itulah aku, dulu, di usia 25 tahun, masih sangat hijau dan muda, sementara Sheilla merupakan wanita matang yang usianya hampir 40 tahun.

Kemudian ia menggeser duduknya agak menjaga jarak denganku. "Menurut mantanku, aku cantik", ucapnya kemudian, tanpa senyum. "Ya, mungkin karena dia suka padamu", jawabku santai. "Lalu kamu tidak, Wil?", kulihat matanya mulai berkaca-kaca. Aku terdiam. Ini pertama kali kami bertemu. Mana mungkin, kan? Kurasa dia agak terbawa perasaan saja. "Aku baru kenal kamu, Bu...", jawabku sekenanya. "Tapi sebelumnya kita udah sering telponan kan, Wil?". OMG! Lalu? Apakah lantas hal itu bisa membuat seseorang merasa jatuh cinta?, batinku.

Kami lanjut mengobrol dan menjadi agak garing rasanya. Tiba-tiba dia minta maaf, dan bilang kalau Dhea sudah melakukan kesalahan karena memperkenalkan kami yang usianya terpaut jauh. "Walaupun kamu seorang Ibu, tapi masih sangat muda, Wil. Padahal aku bisa mengajarkanmu banyak hal tentang menjadi seorang ibu. Tapi sudahlah, kamu melihatku mungkin tak sesuai harapan", ucapnya. "Bukan, aku pikir kita bisa berteman dulu...", jawabku. "Tidak. Aku mau lebih dari itu. Aku suka kamu, Wil. Sebenarnya kamu dewasa, lucu, menyenangkan. Tapi setelah bertemu aku, sikapmu dingin. Pasti ada yang salah denganku", ia mulai mellow. Lalu ia mulai meracau. Aku merasa tersudutkan. Ini sungguh gila. Ia terlalu cepat menilaiku, dan bahkan memutuskan untuk menyukaiku. Sementara kami belum lama kenal.

Sebelum berpamitan, ia mengeluarkan sebuah kotak manis berwarna pink dengan pita biru muda, "Ini untuk your lil' angel, yang awalnya kukira bisa jadi my lil' angel, too, karena anakku dua-duanya jagoan, ternyata...", ia menghela nafas, lalu menggeleng. Ada rasa bersalah berdesir di dadaku, melihat tatap kecewanya. Aku menolak kotak itu, dan dia bilang sama saja aku menghempaskan hatinya ke dasar jurang paling dalam. Lalu aku menerimanya.

Ia menelpon anak-anaknya, kemudian mereka berpamitan. Aku sempat terdiam di sana cukup lama setelah mereka berlalu dari hadapanku, merenung sejenak. Drama gila macam apa yang baru saja terjadi?, batinku. Tiba-tiba aku merasa sangat jahat, dan sangat bersalah padanya. Kemudian aku pulang. 

Keesokan paginya, aku menerima email dari Sheilla. Isinya permintaan maaf. Katanya, ia tak kuasa menerima penolakanku yang terlalu dini dan tanpa basa-basi, sehingga membuatnya menjadi emosi. Ia ingin menemuiku sekali lagi. Katanya, ia janji akan lebih tenang menghadapiku. "Aku berbincang dengan Dhea seusai aku menemui, Wil, dan Dhea menyayangkan sikapku yang terlalu impulsif kepadamu. Menurut Dhea, kamu harus dihadapi dengan ketenangan, bukan seperti yang aku lakukan kemarin terhadapmu. Beri aku kesempatan sekali lagi, Wil, untuk menemuimu". Aku terdiam. Kubaca berkali-kali email itu dengan perasaan yang silih berganti. Kenapa dia yang minta maaf? Yang benar saja. Sudah jelas aku yang salah. Aku sangat salah.

Kemudian dia menelpon, karena aku tak kunjung membalas emailnya. "Kamu dimana, Wil? Aku akan jemput kamu ke kantor, lalu nanti aku antar pulang, oke? Please, beri aku kesempatan...", suaranya parau dan terdengar putus asa. Kurasa ia tidak dalam mood yang bagus untuk diajak bicara saat ini, menurutku. Aku merasa ada yang salah di sini. Aku yang sudah sedemikian angkuhnya, kenapa dia yang minta maaf dan minta diberi kesempatan olehku, dan bukankah semestinya sebaliknya? "Aku akan balas email kamu, Bu. Ini juga sedang nulis. Kamu tenangkan diri, ya. Jangan mikir yang aneh-aneh dulu", hiburku dengan suara lembut.

Setelah ia menutup teleponnya, aku membalas email, kusampaikan bahwa aku tidak akan menemuinya lagi, dan terima kasih atas segala kebaikannya. Aku minta maaf atas segala keangkuhanku, dan bahwa aku sesungguhnya hanya ingin berteman saja. Jika ia menginginkan lebih dari itu, butuh proses beberapa waktu ke depan lagi, tentunya. Dan hal semacam itu semestinya mengalir murni seiring waktu.

Dia tidak lagi membalas emailku itu. Namun hujanan smsnya hingga puluhan ke handphoneku. Ia tak memaki aku, namun memaki dirinya sendiri yang terlalu cepat terbawa perasaan hanya karena sikapku yang hangat. Ia sempat bilang, "Bodohnya aku mengira bahwa kamu mungkin bisa jatuh cinta kepadaku". Hujanan kata-katanya yang bertubu-tubi dalam sms-sms itu membuat kepalaku terasa berputar sangat cepat. Aku memutuskan untuk mengganti nomor handphone, dan semua berakhir begitu saja, tak ada komunikasi lagi dengan Sheilla. Seiring waktu, otakku terus berusaha mencerna hikmah dari kejadian ini. Namun hal itu tak berlangsung terlalu lama, setelah aku bertemu dengan yang lain, tentunya. Aku melupakan Sheilla.

Tujuh tahun berlalu. Sudah begitu banyak hal terjadi padaku, dan juga wanita yang datang dan pergi di hidupku, masing-masing meninggalkan pembelajarannya tersendiri. Tiba-tiba aku teringat Sheilla. Ada rasa bersalah yang masih tertinggal di sanubari, saat mengingatnya. Ya, aku ingin minta maaf, atas sikap aroganku padanya, dulu, ketika aku masih sangat muda dan bodoh. Namun tak ada sepenggal jejakpun tentangnya. Aku mencarinya dengan caraku. Membuka semua situs yang berkaitan dengan pelukis wanita Indonesia, satu-satunya hal yang begitu melekat tentangnya, namun hasilnya nihil, karena aku bahkan tak tahu nama aslinya, Sheilla hanya nama alter. Huft.

Aku hampir frustasi. Lalu aku teringat Dhea, teman yang memperkenalkan kami. Aku punya facebook real Dhea, namun untuk bertanya padanya, aku sungkan. Kutelusuri friendlist Dhea yang jumlahnya ribuan orang. Maklum, ia salah satu orang penting di negeri ini. Aku sempat enggan, karena sudah pasti ini akan menghabiskan banyak waktu. Akhirnya kubulatkan tekad. Nawaitu. Di tengah pencarian, aku kewalahan, karena untuk abjad "A" saja rasanya ngga kelar-kelar, dan tiba-tiba paket dataku habis. Damn! 

Setelah mengisi ulang paket data, aku kembali menelusuri. Semua perempuan keibuan yang nampak di sana, aku klik. Kepalaku pening beneran. Bagai mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Namun usahaku ternyata membuahkan hasil yang bahkan tak kuduga. Aku menemukannya! Aku memastikan berkali-kali bahwa itu dia. Sang Pelukis Senja, aku menyebutnya. Thanks to Allah, facebook nya tidak di protect. Aku bolak-balik album fotonya. Ah, aku mengenali wajah kedua anak laki-lakinya, yang kini sudah beranjak remaja.

Lama aku meng-klak-klik profilnya sampai jariku kaku. Berkali-kali aku ingin menekan tombol "Add as friend", namun kuurungkan lagi dan lagi, hingga akhirnya kutekan KLIK!

Damn! What a ....?! Aku mengetuk-ngetuk kepalaku sendiri. Dan hal itu sudah tidak dapat ku-undo. Rasanya kemungkinan kecil dia akan mengenaliku lagi, setelah tujuh tahun berlalu. Apalagi penampilanku sudah banyak berubah. Dia pasti tidak mengenaliku, batinku. Setiap satu menit kulirik gadget menanti Accepted darinya. Baru satu setengah hari berlalu, aku sudah tidak sabaran. Kubuka kembali profilnya belasan kali hingga wajahnya begitu melekat di kepala. Aku tergoda untuk mengirim pesan. Setelah sejuta keraguan, akhirnya aku meng-klik tombol "Message". Kurasa aku terlalu nekat, dan agak sedikit "gila"! 

"Assalamualaikum, Bu. Mohon berkenan untuk menerima permintaan pertemanan saya. Sudah lama saya mencari Ibu. Wassalamualaikum." SENT! 


~ Wil Twilite ~
Selasa, Maret 01, 2016

Somewhere Over The Rainbow


Di Negeri Hitam-Putih, mereka hanya mengenal warna hitam dan putih saja, meski sebagian diantaranya ada yang abu-abu. Mereka belum pernah memasuki negeri di balik pelangi.

Negeri di balik pelangi bertabur aneka warna. Hati-hati dengan matamu, bisa terpikat sejuta pesona di sana. Untuk memasukinya, kukenakan jubah dan topeng.

Aku berpapasan dengan banyak wajah yang juga mengenakan jubah topeng beraneka. Sebagian mereka yang berpapasan denganku, menyapa dengan ramah. Aku membalas dengan anggukan, sebab senyumku tersembunyi.

Aku menyukai aroma misterinya. Siapakah mereka yang bersembunyi di balik jubah dan topeng beraneka ini...? Barangkali saja, sebagian diantara mereka berasal dari Negeri Hitam-Putih yang tengah berpetualang...?

Ada perpustakaan dan kedai kopi cantik di Negeri Pelangi. Untuk memasukinya harus dengan kata kunci, sebab hanya orang-orang tertentu saja yang diperkenankan untuk singgah dan duduk-duduk di sana.

Aku berbincang hangat dengan beberapa wanita istimewa yang berpapasan jalan denganku, kemudian kami saling membagi sepenggal kisah dalam seperjalanan. Harus hati-hati dalam memilih sahabat kenalan di Negeri Pelangi. Jika beruntung, kau akan mendapat permata, namun jika tidak, sepatumu akan terkena lumpur kotor.

Negeri Pelangi menyajikan banyak keindahan, namun tidaklah menjanjikan apa pun. Semua kendali tetap ada di dalam dirimu, maka jangan terlena. Bersenang-senanglah seperlunya saja, tidak untuk larut dan tenggelam. Sebab realita tetaplah berada di sudut pandang hitam, putih, dan abu-abu.

Di perbatasan antara Negeri Hitam-Putih dan Negeri Pelangi, aku pernah memiliki pintu, namun kini cukup dari jendela saja aku memandangnya. Ada kehangatan yang mengalir di sanubari, setiap kali aku menatap keluar jendela itu.

Aku masih memiliki pintu rahasia, hanya dengan mantera sihir, ia dapat dibuka kembali. Untuk mereka yang benar-benar istimewa, tentunya.

Aku merasa bebas untuk menjadi siapa saja di Negeri Pelangi, sebab tak ada aturan yang mengikat. Aku bisa menjadi bijak, atau nakal, atau sesukaku saja. Ketika aku bebas menjadi aku, tetaplah kusebut itu sebagai kebebasan, meskipun harus bersembunyi di balik jubah dan topeng sebagai perisaiku.

Pesanku, jangan berlabuh pada dermaga yang salah jika tak ingin kapalmu karam perlahan ketika rantainya mulai berkarat.

"A smooth sea never made a strong sailor, thought I never met a strong person with an easy past".

Namun untuk memahamiku, tak cukup hanya dengan menterjemahkan aksaraku yang bersayap, sebab aku masih menikmati menjadi misteri.


~ Wil Twilite ~
Sabtu, Februari 27, 2016

Sang Pujangga

Kata-kata yang terlalu tinggi, senantiasa memerlukan waktu yang lebih lama 'tuk memaknai dan memahaminya.. demikian pula dengan sang penguntai aksara..

Dalam kesederhanaan berbahasa, kesantunan mampu menggugah lawan bicara 'tuk menjadi segan, dan menaruh respek selama berbincang denganmu..

Aku ingin memahami dengan sederhana.. tidak dibatasi kompleksitas aksaramu yang memerangkap pikiranku kedalam labirin sangka..

Aksara bersayap, tak semestinya menjadi tameng keangkuhanmu, duhai Pujangga.. sesekali tapakkanlah kedua kakimu di atas tanah milik bumi..

..teruntuk,
Sang Pujangga yang pernah kupuja..


~ Wil Twilite ~
Minggu, Februari 14, 2016

Thirty-something Jealousy

"Perempuan muda, kalau cemburu kelihatan banget, ya..."

"Hmm... siapa bilang hanya perempuan muda yang seperti itu...? Yang udah thirty-something kaya kita, pun, kalau cemburu, ya kelihatan..."

"Well, okay... tapi ngga pake 'banget', kan...?"

"......."



What do you think...?
~ Wil Twilite ~
Senin, Februari 01, 2016

Fifty Shades of ...


Aku mengenalnya di dunia maya. Berawal dari beberapa baris komentarnya di blogku, kemudian kami saling berkirim email, hingga berteman di beberapa social media. Namanya Alena, wanita blasteran Indonesia - Australia, usia 40 tahun, tinggal di Sydney. She’s so open minded, she’s got a sexy mind, very wise, and sophisticated on many things. Totally adorable.

Sejauh aku mengenalnya, Alena tidaklah seperti wanita kebanyakan. Dia menawarkan padaku suatu bentuk hubungan yang tidak umum. Berawal dari bahasan kami tentang film Fifty Shades of Grey yang tidak lulus sensor untuk tayang di layar lebar Indonesia. Kuceritakan pada Alena bahwa aku diajak oleh sahabatku untuk nonton di Golden Village Plaza, Orchard Road, Singapura. Well, that was a very amazing experience for me, took a flight only for a movie. My buddy might losing her mind for Jamie Dornan.

I’m a woman version of Christian Grey, Wil...”, ujar Alena, mengagetkanku.

Pardon...?”, tanyaku setengah shock.

Yes, I am. And I am the dominant".

Aku terdiam. Awalnya aku sempat berpikir Alena bergurau. Namun akhirnya aku tahu ia serius, dan aku takjub.

This isn’t an ordinary kind of relationship, my dear.. but this is an ownership.. I owned you, and I want all of you..”, lanjutnya setelah aku terdiam terlalu lama. She leaves me speechless.

Awalnya aku mengira hal semacam ini hanya ada dalam novel atau film. Namun seiring proses pendewasaanku, aku mulai memahami bahwa novel atau film yang mengangkat kisah ini tentunya based on true story, bukan...? Dan hal semacam ini benar-benar ada di dunia nyata. Perilaku seksual tidak umum. Mereka memiliki dunianya sendiri, mereka menikmatinya. Dan kini ada seseorang yang aku kenal, merupakan salah satunya. Aku semakin takjub. Semakin menyadari bahwa kehidupan menyimpan begitu banyak rahasia kelam yang tak nampak di permukaan, dan tak ada yang tak mungkin.

Pantas saja berbincang dengan Alena mengalirkan kenikmatan tersendiri. Dia figur yang matang, bergairah, intens dan dominan. Berbagai topik obrolan mengalir tanpa judgement. Tentang keluarga, pekerjaan, orientasi seksual, hingga tentang seks itu sendiri. Alena mampu membuatku merasa nyaman membahasnya tanpa harus menyensor istilah-istilah yang dianggap tabu. We sometimes did dirty talking and some kind of reach the climax. That kind of climax I can’t explain into words, I guess.

Alena pun pernah menawarkanku untuk pindah ke Sydney, hidup bersamanya, dan bersama dua orang wanita lain "kepunyaannya", dengan iming-iming kelimpahan materi yang akan dijaminkan untukku. She said that she's rich. But, I don't know...

Sorry, I can’t, my dear.. you know that I have family here”. Alena tahu aku sudah berkeluarga. Dia menawarkan untuk menanggung seluruh biaya bila aku bersedia untuk bercerai. Wow!!

"How you would not love me, if I give you everything, my dear...?", she asked.

Well, dalam langkah meniti waktu, kita senantiasa dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menakjubkan. Aku telah memutuskan menikah, for many kind of reasons of life, itu sudah menjadi pilihanku. Apa yang ditawarkan Alena merupakan sesuatu hal yang sangat tidak sesuai dengan nuraniku. 

----------------------------

Setelah sekitar enam bulan berlalu sejak percakapan terakhirku dengan Alena, tiba-tiba ada pesan darinya melalui HP-ku. 

"Hi, Wil. It's been so long. How are you, now...? Aku berencana akan menghabiskan beberapa minggu di Indonesia, karena aku akan punya wanita di sana".

”Oh.. really..?”, balasku, it really shocked me.

"What a surprise, right...? I thought maybe we can meet...?", balasnya lagi. Aku agak mikir sebentar sebelum aku membalasnya.

"Sure, where and when? It’s just like a sudden, you never told me before that you will coming here..”, even it’s not especially to meet me, batinku. How come si Alena ini sudah dapat gebetan baru di Indonesia dalam waktu yang begitu singkat setelah aku "menolaknya"...? 

“Then I’ll let you know where will I live in Jakarta. I want to meeting you first before this lady, will you..?”.

Aku pun kembali shock membacanya. Betapa player kelas paus si Alena ini. Then I answer, “Let's see...”. Aku merasa dia hanya tersenyum membacanya.

Udah. Gitu aja.


- THE END / TAMAT -
*) kisah ini 100% adalah fiksi dan bukan pengalaman penulis
Kamis, Januari 21, 2016

"hello" from the other side



Hello, it’s me... 
I was wondering if after all these years you’d like to meet...


My dear Someone, apa kabarmu...? Bolehkah bila aku rindu...? Ya, aku rindu pada perbincangan kita yang sarat makna, pada ajakan-ajakan makan siangmu, juga perjumpaan-perjumpaan kita di kedai kopi. Membahas apa saja yang menarik saat itu. Entah itu menarik bagiku, atau bagimu, sama saja, selama topik yang diperbincangkan mengalir memperkaya jiwa dan wawasan kita.

Entah apa yang pada akhirnya membuat kita melangkah saling menjauh. Anggap saja aku amnesia. Atau mungkin aku kurang peka...? Entahlah. Barangkali kehilangan seorang teman sepertimu merupakan salah satu khilafku yang butuh cukup lama waktu bagiku untuk menyadarinya. Memang adakalanya aku menjadi bodoh, my dear Someone...

Bila aku tengah jatuh cinta, aku seperti lupa diri. Aku lalu terhanyut dalam gelombang pusarannya, kemudian tenggelam hingga waktunya kisah cinta itu berakhir. Ya, begitulah aku, kurasa. And when I realize this, I’m not proud about it. I feel so immatured.

Dan ketika aku membuka kembali catatan lama, aku menemukan jejak kenanganmu. Masih tersusun rapi dalam satu folder tersendiri, namamu. Banyak yang membuatku tersenyum pada deretan percakapan kita dulu, isi perbincangan kita dari yang remah-remah roti hingga yang kelas kakap. Ah, kamu sungguh seorang yang cerdas dan berwawasan dan berpandangan luas. Kamu sangat matang dalam berpikir dan bersikap. Sementara aku...? Aku hanya orang bodoh, yang unfortunately charming inside... Ups...!

Ah, pokoknya aku rindu kamu. Entah bagaimana caranya agar hubungan baik yang dulu kita bina seiring waktu, dapat kembali menghangat, seperti dua cangkir kopi yang kita nikmati di beberapa kedai kopi, dulu. Rindu perbincangan hangat denganmu. Rindu beradu argumen denganmu. Ketika kita bicara mengenai negeri ini layaknya mewakili suara rakyat, atau ketika kita membahas isu LGBT dengan sangat serius sambil saling menujuk “...yang kaya kamu, gitu...”. Hahaha.

Dan saat ini aku hanya bisa mengamatimu dari jauh. Senang masih bisa mengikuti beritamu lewat tulisan-tulisan cerdasmu di sana, maupun di sosmed kamu. Masih bisa mengamatimu sebagai the real you and also the alter-you , saat ini bagiku begitu berarti. It’s really nice to know you and ever getting closer to you.


Hello from the other side... at least I can say that I’ve tried... to tell you I’m sorry for breaking your heart (and for everything that I’ve done)...

[song by Adele]


~ Wil Twilite ~
Selasa, Januari 12, 2016

XL ~ something that I might regret

Ini sepenggal kisah penyesalanku. Lebih tepatnya dikarenakan ketidakpekaanku terhadap beberapa wanita yang pernah mendekatiku. Dengan mereka yang sudah flirting, even dating, terus berlalu begitu saja. Lost contact, kemudian hanya menjadi sepenggal kisah saja di hidupku.

Kenapa aku harus menyesalinya...? Lebih tepatnya yang aku sesalkan disini adalah terputusnya jalinan silaturahmi dengan mereka, dan berlalu begitu saja. Hal ini kerap terjadi setiap kali aku pada akhirnya memiliki partner. My ex-partners semuanya posesif dan pencemburu. Bila aku tengah terikat dalam suatu hubungan, seolah aku harus “berhenti berteman” dengan wanita lainnya. Huft. Bahkan my last ex-partners memaksaku menghapus semua kisah dengan para ex-partners lainnya yang mewarnai blog-ku. Alhasil blog-ku hanya tersisa tentang dia, disamping tulisan-tulisanku yang sifatnya umum. Miris juga ternyata setelah hubungan kami berubah bentuk, aku kehilangan track-record-ku sendiri. Hahaha. Padahal terkadang kisah masa lalu itu bisa jadi hiburan untuk dibaca kembali. Tapi ya sudahlah. Nasi telah menjadi bubur. Mungkin semua itu memang sudah semestinya dilupakan.

Untuk saat ini, aku sudah tidak lagi berminat untuk menjalin hubungan istimewa dengan wanita. Ya, niatnya sih begitu. Dan semoga ngga akan ada lagi wanita yang datang menggodaku dengan sejuta pesonanya yang memikat. Eh, apa sih...?!

Serius, I am an XL right now. No more that kind of relationship. Bahkan sempat terfikir mau buat komunitas kecil bareng sama para XL lainnya. Tapi ternyata para XL itu serius udah ngga mau lagi terkait dengan unsur per-L-an. Huft. Tarik nafas lagi, deh. Anyway kalo ada yang berminat, let me know, ya.

Sekalipun aku udah XL, aku masih terbuka untuk berteman dengan para L. Justru aku ingin membuktikan bahwa dalam dunia L ini setidaknya masih ada bentuk pertemanan murni yang ngga ujung-ujungnya flirting dan kemudian berlanjut ke tingkat selanjutnya. Ada, kan...? Ada, kok. Yes. Nanya sendiri, jawab sendiri.

Masalahnya, so far aku belum menemukan ketulusan itu. Ketulusan untuk murni berteman tanpa syarat dan ketentuan berlaku, dalam dunia L. Sebagian ujung-ujungnya jadi naksir sama aku, dan sebagian menganggap aku semacam punya maksud dan tujuan tertentu terhadap mereka. Ya sudahlah. Toh pertemanan yang sejati itu tak pernah terlahir lewat atau dengan paksaan.

Dan melalui tulisan ini, yang mana aku berharap masih ada yang kebetulan lewat dan membacanya, aku ingin mengulurkan tali pertemanan dengan kalian. Insya Allah setulus hati dan tanpa embel-embel apapun. Kita masih bisa saling bercerita, membagi pengalaman dan juga berbincang hangat dari hati ke hati. As a friend, of course.

So, do anyone who read this wanna be my friend...? Please drop a comment or email me twilite.secret@gmail.com


Thank you for blogwalking me.


~ Wil Twilite ~
Jumat, Januari 08, 2016

ALASAN

Percakapan pagi ini sambil aku siap-siap mau berangkat ke kantor, and my lil' angel persiapan ke sekolah.

Lil' Angel: Ma, alasan itu apa sih, Ma?

Me: Umm.. Nak, alasan itu adalah.. Umm..

Lil Angel: .....?? (kenapa mamaku ngga bisa jawab??)

Me: #!$#@%$^&@#%^(%...!

Ah, Nak... Alasan itu merupakan sesuatu yang definisinya semakin kompleks seiring laju usia. Mungkin karena mama termasuk salah satu yang paling suka merangkai banyak alasan untuk begitu banyak hal, jadi mama bingung jawabnya.

Mama malah jadi teringat sama seseorang yang pernah kirimkan gambar ini untuk mama:




~ Wil Twilite ~