Senin, September 24, 2012

# Perbincangan Malam


Malam semakin larut. Diamlah... Diam, dan duduklah mendekat padaku. Temaniku melihat malam. Malam dengan segala kemegahan yang tersembunyi, berselubung jubah tidur hitam para peri langit. Tak kasat oleh mata mereka yang hanya silau oleh cahaya, terbiasa oleh kicauan burung pagi dan rumput teki yang mati terik.

Dengar dengan jelas, suara jangkrik pemalu y
ang belajar menyanyi, tarian katak periang penjaga kerlip bintang biru, dan bunga-bunga bakung itu... tahukah kau bila mereka pandai bercerita...? tentang dongeng-dongeng tua kolam gelagah, kisah bermulanya negeri para peri yang membangun jalan dari untaian gemintangTiap bintang menyimpan kisahnya sendiri. Bertanyalah pada mereka, tak usah malu. Mereka akan bercerita lewat kerlipnya.


Ada
pula Tuan Laba-laba yang biasa kusapa "Si Penyulam". Memang agak sedikit dingin dan pendiam, bila turun hujan ia berubah sedikit murung. Sebenarnya ia tak sedingin itu, bila pekerjaan menyulamnya tak terlampau banyak, ia 'kan turun menghias panggung malam dengan jelaga warna pelangi. Oooh.. ia tak sambil bersenandung tentunya. Ia bahkan tak pernah bersuara selama menyulam, menisik dan merekat. Dalam hening, ia berkarya.

A
ku selalu menyukai malam. Menikmatinya dalam diam. Kutunggu hingga bulan beranjak dari duduknya, berjingkat dengan sepatu berlumpurnya tuk bangunkan mentari. Mereka silih berganti menjaga hari.

Selamat malam, Semesta... dan tak ada yang namanya kehilangan, orang-orang datang dan pergi silih berganti, layaknya bulan dan mentari itu.


~ Wil Twilite ~
inspiring by Adik June... ^^
Senin, September 10, 2012

Merangkum Makna


Senja temaram.
Mencoba 'tuk tidak limbung melangkah
sambil menguraikan makna yang bias,
seperti pudar perlahan cahya mentari.

Tatkala hati mulai merangkum makna kehadiran yang sesungguhnya,
aku pun menutup pintu pikiran,
kubiarkan semua mengalir dan bermuara,
cukup di hati saja...

Kali ini 'kan kubenamkan 1000 tanya yang menghimpit di dada.
Biarlah hampa.
Sejenak ku ingin bebaskan gejolak rasa dengan memberi 1000 sayap.

Menarilah dengan indah, dan kepakkan sayapmu.
Sejenak ku 'kan menepi.
Memandangi kilaumu dari satu sudut tersembunyi.

Jendela yang terbuka, dan pemandangan kilas balik.
Aku dalam balutan waktu yang menyerupai kanvas bertekstur kasar.

Untai aksaramu kini sudah tak lagi mampu menyentuh ke dasar kalbuku.
Sebab kuhalau dengan tirai yang menembus batas.

Dan,
dimanakah tempat 'tuk menimbun asa hampa nan kian memasir...?
Mungkin, di gurun.


~ Wil Twilite ~