Rabu, Desember 28, 2011

the precious one


How precious that someone for you,
your heartbeat doesn't always tells the truth...

So, which path should I follow
to find the answer...?



~ Wil Twilite ~
Jumat, Desember 16, 2011

Rumah, riwayatmu kini...


Malam minggu itu hujan turun tak henti, istilahnya awet. Di sela-sela membaca novel, aku pun iseng mainan twitter, membaca timeline yang sliweran di sana. Semua bicara tentang hujan. Dari versi romantisnya hujan hingga kemacetan jalan yang kerap terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Well, macet memang sudah tradisi, sih, yaaa... tapi semakin mantabs ketika di mix dengan hujan dan weekend, plus tanggal muda... hehehe...

Hmmm... itulah ironisnya zaman sekarang, dimana masyarakat urban cenderung tak betah dirumah. Buktinya, sekalipun diguyur hujan seharian, lalu lintas tetap saja padat. Semua mall pun dipadati lautan manusia. Fenomena ini selain menandakan daya beli masyarakat urban yang relatif tinggi, juga membuktikan bahwa mereka cenderung tidak betah dirumah dan lebih memilih menghabiskan waktu di luar rumah, salah satunya di mall.

Pemandangan seperti ini tentunya sudah tidak asing lagi, ketika banyak orang sliweran di mall, entah pasangan, teman, atau keluarga, sedang duduk-duduk di coffee shop, namun nyaris tidak berinteraksi satu sama lain, sibuk sendiri dengan gadget masing-masing (smartphone, tablet, notebook, playstation, dll). Pernah kulihat seorang ibu bersama 3 orang anaknya, masing-masing pegang notebook, termasuk ibunya juga. They don’t even have communicate to each other. Duh, Buuuu... mendingan dirumah aja, kaleee... ngobrol-ngobrol sambil minum teh dan menikmati cemilan buatanmu... Apalagi, kalau diperhatikan secara penampilan dan dari merk notebook yang mereka punya, kemungkinan besar mereka dari kalangan the have, rumahnya barangkali luas dan indah. Kalau orang Betawi bilang, rumah gedongan, dah... Tapi kenapa mereka prefer spending time at mall, yaa...? Dalam ‘kebersamaan’ yang sama sekali ngga berkualitas begitu, pulaaa...!! #TanyaKenapa...?

Rumah oh rumah, riwayatmu kini... Sudah semakin banyak rumah-rumah yang tak berjiwa, hanya dijadikan sebagai tempat persinggahan raga setelah lelah beraktivitas seharian. Secanggih apapun inovasi teknologi menyediakan alat-alat rumah tangga modern nan praktis, tidak lantas membuat penghuninya betah di rumah, dan masih mencari hiburan di luar rumah.

Jadi, apakah fungsi rumah saat ini, selain sebagai tempat persinggahan semata...? Sebagai aset...? Sebagai tolak ukur tingkat kemapanan seseorang...? Atau hanya sekedar sebagai tempat menampung dan meletakkan barang-barang saja...? Oh, nooo...!! Kasihan nasibmu, rumah... :(

--------------
A house is made of walls and beams; a home is built with love and dreams ~ Anonymous

Home is not where you live, but where they understand you ~ Christian Morganstern

I long, as does every human being, to be at home wherever I find myself ~ Maya Angelou

Home is the place where, when you have to go there, they have to take you in ~ Robert Frost

Home is the place where it feels right to walk around without shoes ~ Anonymous

There's nothing half so pleasant as coming home again ~ Margaret Elizabeth Sangster

A man’s homeland is wherever he propers ~ Aristophanes

Not going home is already like death ~ E. Catherine Tobler

Luxuries are never so comfortable as are familiar, ordinary things of home ~ Eucharista Ward

Mid pleasures and palaces though we may roam, be it ever so humble, there’s no place like home ~ John Howard Payne

There is a magic in that little world, home; it is a mystic circle that surrounds comforts and virtues never known beyond its hallowed limits ~ Robert Southey

Home, the spot of earth supremely blest, a dearer, sweeter spot than all the rest ~ Robert Montgomery



~ Wil Twilite ~
December 10th, 2011
Senin, Desember 12, 2011

Coming Out Story (3) ~ Finish


August 23rd, 2008


Akhirnya, hari ini datang juga. Setelah janjian lebih awal dengan Gieza untuk cari kado buat Tata, kami berdua langsung menuju tempat janjian. Sambil menunggu Tata dan Nanda, kami memesan minuman sambil melanjutkan obrolan tentang cowok gebetannya Gieza. Kurleb 30 menit kemudian, Tata muncul, kami bertiga cipika-cipiki sambil pelak-peluk bak teletubbies, tak peduli tatapan sirik orang-orang di sekeliling kami, hehehe.

Lumayan lama kami ngobrol bertiga sebelum akhirnya Nanda datang. Dari jauh dia sudah melambaikan tangan ke arah kami, Gieza dan Tata membalas lambaian tangannya, cuma aku aja yang tampak menunduk, seolah sedang asik (akting) menyeruput minumanku, dan mulai merasa ngga nyaman, entah kenapa.

Setelah bergabung, Nanda ngga langsung duduk, dia cipika-cipiki dulu sama Tata, ketawa-ketiwi, terus dia nyamperin Gieza, mengacak-acak rambut Gieza yang rada di highlite. Akhirnya, sampai deh ke aku, dia sempat melirikku sekilas sebelum akhirnya menghampiriku sambil menyapa, “Wil…”, aku berdiri dan langsung disambut pelukan hangat plus cipika-cipiki juga, seakan ngga terjadi apa-apa diantara kami. Aku pun berusaha mengimbangi sikapnya dihadapan dua teman kami ini, kubalas sapanya, “Nda…”.

Kami memesan makanan dan mulai ngobrol macam-macam, bercanda dan saling meledek. Terasa sekali suasana hangat layaknya reuni kecil yang berjalan menyenangkan karena aku dan Nanda sama-sama mampu menjaga sikap dihadapan Tata dan Gieza. Hingga adzan maghrib berkumandang. Tata dan Gieza bergegas ke musholla mall, sedangkan aku dan Nanda secara kebetulan sama-sama sedang periode. So, we’re alone now.

Ehem, sehat, Wil…?”, Nanda mulai membuka percakapan.

Alhamdulillah. Lo sendiri, kemana aja...?”, jawabku sambil berusaha rileks.

Ada. Gue emang sibuk belakangan ini, sorry ya kalo gue terkesan menghindar...”

Ngga apa-apa sih. Gue bisa ngerti kok, pengakuan gue pastinya ngga bisa langsung lo terima gitu aja. Well, sekarang, selanjutnya kita akan gimana, Nda...?”

Hmmm, maksudnya...?”, tanyanya sambil mengerutkan dahi, tidak memahami pertanyaanku.

Ya… lo masih bisa nerima gue sebagai sahabat lo, Nda...?”

Nanda terdiam beberapa saat sambil menyeruput juice-nya. “Hmmm, I’ve been thinking...”

And….?”

Ngga seharusnya gue merasa kecewa dengan jalan yang lo pilih, karena itu hidup lo. Dan gue juga sempat sharing sama Evan..….tenang, gue ngga nyebutin kalo itu lo…”, ralatnya saat melihat tatapan shock-ku mendengar nama Evan, bosnya yang gay itu, karena aku sudah kenal secara langsung. Lalu dia melanjutkan…

Gue seharusnya bersikap lebih wise ke elo, Wil... Menghargai kejujuran lo itu... Bukannya malah lari dari lo bak seorang homophobia, sekalipun emang ngga mudah menerimanya, kalo sahabat gue ternyata lesbian...”

Aku menghela nafas panjang, kemudian kubilang, “Lo tau Nda, butuh waktu yang cukup lama buat gue sebelum akhirnya gue memutuskan untuk coming out sama elo... ini sangat sensitif… this is my big secret which is I don’t wanna let anybody knows... tapi gue butuh seseorang yang sangat gue percaya atas rahasia gue ini, untuk membuat gue merasa diterima, dengan perbedaan yang ada di diri gue... paling tidak, oleh sahabat gue yang udah seperti saudara buat gue, yaitu elo…”

Iya, Wil. Maafin gue, ya. Gue kekanakan banget. Padahal gue aja banyak kekurangan, lo selalu mau memahami dan menerima. Lo adalah satu-satunya orang yang masih percaya sama gue, ketika orang-orang meragukan gue. That’s mean a lot for me, Wil. Sekarang gue sadar sepenuhnya bahwa perbedaan pada dasarnya ngga pernah jadi penghalang kedekatan kita selama ini...”

Lo tau, Nda... Kemarin tuh gue udah pasrah loh, kalo lo akan menjauh dari gue setelahnya... Itu resiko gue coming out...”

Mata Nanda berkaca-kaca, seraya mengulurkan kedua tangannya, menggenggam erat kedua tanganku. Kehangatan persahabatan kembali mengalir diantara kami.

Sejenak kami terdiam, sayup-sayup terdengar lantunan lagunya Opick yang ‘Rapuh’ di resto itu. Setelah berapa lama, Tata dan Gieza pun kembali. Kami sempat cekakak-cekikik sebentar sebelum akhirnya waktu menunjukkan sudah jam 19.00 WIB, kami sepakat bubaran. Tata dan Gieza tempat tinggalnya searah dan naik bus yang sama sampai terminal Kampung Melayu, sedangkan aku dan Nanda biasanya menunggu bus di halte yang berbeda dengan Tata dan Gieza, jadi kami berdua masih jalan bareng sampai ke halte yang sama, dan melanjutkan obrolan.

Wil…”

Hmmmm….”

Sebenernya, banyak yang mau gue dengar tentang masa lalu lo yang selama ini udah berhasil lo sembunyiin dengan sukses dari gue. Ya… kalo lo ngga keberatan untuk cerita sama gue, sih...”

Ya…gue sih ngga keberatan, Nda. Kapan ya, gue certain semuanya ke elo...?”

Gini aja, gimana kalo lo nginep di kost gue aja...? Lo kan udah lama tuh, ngga nginep di kost gue...”

Sekarang juga, maksud lo…? Tapi kan gue ngga bawa baju, Nda...”

Halah. Biasanya juga dulu elo sering nginep dadakan kaya gini, terus pakai baju kerja gue besoknya buat ngantor, hehehe...”

Akhirnya aku menginap di tempat kost Nanda, dan malam itu aku mulai membuka satu-persatu rahasiaku, tentang Luna, dan perjalanan rahasiaku menapaki dunia ‘the other’. Nanda mendengarkan dengan seksama cerita-ceritaku sambil sesekali berkomentar. Akhirnya, terlepas sudah satu beban di pundakku, sahabatku mau menerimaku apa adanya. Ternyata, bulan suci Ramadhan memang mendatangkan berkah, membuka pintu maaf antar sesama manusia, menjalin kembali tali silaturahmi yang sempat terputus, dan bahkan mengumpulkan 4 orang sahabat yang sudah cukup lama tidak berkumpul bersama, terlebih lagi akan ada pertemuan berikutnya untuk acara buka puasa bersama di bulan penuh rahmat ini.

Cahaya-Nya, ternyata masih menyinari sisi kehidupan yang diliputi kegelapan, kasih sayang-Nya, ternyata benar-benar menyentuh kedalam kalbu umat-Nya, tanpa pilih kasih. Tak ada yang pantas dihaturkan kehadirat-Nya selain rasa syukur, bahwa Dia tidak pernah meninggalkan diriku….Big Thanks, to the owner of this life, My Lord, Allah SWT.


~ Wil Twilite ~
Sabtu, Desember 03, 2011

hadirku untukmu


Aku adalah sepotong kayu yang terserak di hutan, dengan kayu itu kau sangga dahanmu yang terkulai...

Aku adalah butir-butir pasir yang mengisi rongga-rongga dan celah-celah karangmu yang terkikis hempasan ombak...

Aku adalah binar biru yang akan merangkum merah jiwamu menciptakan pendar jingga yang lebih indah dari warna-warni yang kita punya...

Aku adalah kisah yang hadir di sepenggal usiamu tapi kupastikan kenangan itu mengantarmu disetiap helaan nafas yang tersisa...

Aku adalah perbedaan yang akan menghiasi nuansa ruang hidupmu...

Maka, berhentilah mencari kisahmu di perjalanan waktuku dan biarkan keberadaanku melengkapi kata demi kata yang sedang kau rangkaikan menjadi sebuah cerita...

22.07.09
Me



Sahabat, aku menemukan puisi darimu ini masih tersimpan rapih di lembaran rahasia kita, dulu... Ternyata kangen, saat-saat kebersamaan kita dulu, ya...

~ Wil Twilite ~
Senin, November 28, 2011

kolam (ikan) air tawar


Kolam itu penuh (bayangan) ikan-ikan dalam keriuhan, berkecipak-kecipuk saling mencari perhatian. Mulut mereka megap-megap seolah berbicara, namun hening tanpa suara. Tak jelas mana ikan yang tua dan yang muda. Sebab dalam kata seolah semua melebur mewujud bayang semu yang bergentayangan seperti hantu.

Aku pun tak lagi mengenali mana species purba, mana species yang baru menetas. Di kolam itu semua ikan tampak seusia. Dan nama-nama purba sudah banyak ber-regenerasi.

Ikan-ikan kerap berdatangan, bermunculan, meramaikan kolam air tawar itu.



~ Wil Twilite ~
Rabu, Oktober 26, 2011

JoJoBa – semua akan indah pada waktunya


Jika diantara kalian saat ini ada yang bertanya-tanya, "Kenapa sih, aku masih saja menjomblo...? Padahal tampang ngga jelek-jelek amat, otak lumayan encer, wawasan boleh diadu, dari segi usia pun aku sedang lucu-lucunya untuk pacaran...” Halah, yang terakhir itu memang lebay deh... :p

Janganlah berkecil hati jika masih jomblo. Sebab jomblo itu tidak selalu mellow. Disaat sedang menjomblo, justru mata hati kita dapat lebih terbuka untuk melihat dan lebih memperhatikan sekeliling. Sebelum perhatian kita tercurahkan untuk seseorang berlabel “pacar”, marilah kita beri perhatian pada lingkungan terdekat kita, alih-alih sambil menunggu datangnya sang pacar impian yang kehadirannya masih ditangguhkan oleh Tuhan. Lalu, siapa sajakah lingkungan terdekat yang layak mendapatkan perhatian kita...?

Yang pertama adalah keluarga. Meluangkan waktu yang berkualitas di rumah bersama seluruh anggota keluarga bisa terasa lebih menyenangkan dari sebelumnya. Ngobrol-ngobrol dengan papa, mama, kakak, adik dan penghuni rumah lainnya menjadi lebih berarti disaat kita sedang jomblo. Kehangatan kasih sayang mereka akan selalu ada dan membuat kita merasa nyaman karena merasakan penerimaan seutuhnya, sehingga tak lagi merasa sendirian.

Yang kedua adalah persahabatan. Sahabat disini bisa sahabat lesbian maupun sahabat straight. Tergantung sisi diri kita yang mana yang lebih eksis, hehehe. Sahabat merupakan orang terdekat kita diluar keluarga, bahkan kedekatan hati dengan sahabat seringkali membuatnya memiliki arti yang sangat besar dalam hidup kita. Bagi mereka yang broken home, peran sahabat biasanya lebih besar dari keluarga. Kita dapat menjadi diri sendiri, bercerita tentang apa saja tanpa harus merasakan sungkan atau malu. Menangis dan tertawa disisinya, bersamanya.

Yang ketiga adalah aktivitas-aktivitas lainnya. Misalnya sekolah, kuliah, pekerjaan, atau hobi yang digeluti. Mumpung sedang jomblo, kita bisa lebih berfokus pada aktivitas-aktivitas ini. Bagi yang masih sekolah dan kuliah tentunya akan memiliki waktu belajar lebih banyak untuk meningkatkan prestasi. Jika berprestasi, bukan hanya diri sendiri yang merasa bangga, keluarga dan orang-orang terdekat juga akan ikut bangga atas prestasi yang kita raih. And then, hmmm... siapa sih yang ngga mau dekat-dekat sama orang berprestasi...? Tentunya peluang untuk dapat pacar jadi lebih terbuka dong... Yukmareee... ^^

Begitupun dalam dunia kerja, masa-masa jomblo sangatlah tepat dimanfaatkan untuk berfokus dalam pengembangan karier. Bisa lembur tanpa protes dari pacar yang merasa kurang diperhatikan, fleksibilitas waktu untuk bertemu klien pada jam kerja maupun diluar jam kerja tanpa intimidasi pacar lewat handphone, contohnya, “Darl, kamu ketemu klien yang mana lagi sih, masa tiap hari...?”. Halah-halah, rempong. Dengan demikian, kesempatan untuk bertemu dengan banyak orang tentunya memungkinkan juga untuk ‘berpapasan’ dengan ‘seseorang’. Yah, kali-kali aja kita lagi hoki gitu, secara ngga sengaja ada klien atau rekan bisnis yang ternyata lesbian jojoba juga seperti kita dan sedang hunting partner, terus klik sama kita. Who knows...?

Dan melalui hobi yang kita tekuni, misalnya kalau hobi membaca, kita bisa ikutan klub membaca yang tentunya banyak member perempuannya dwooonk; atau kalau hobi nge-gym, bisa sambil cuci mata dan tepe-tepe ditempat gym, siapa tahu dapat kenalan baru. Berawal dari kesamaan minat, mungkin kelak bisa berlanjut kedalam hubungan yang lebih dekat lagi. Teuteuuuup ngareeep :D

Intinya, kesabaran kita menanti datangnya seseorang yang istimewa, kelak akan sebanding dengan kualitas seseorang yang akan menjadi pasangan kita. So, ngga perlu lagi kita mellow-yellow hanya karena masih jomblo. Lebih baik kita tanamkan satu keyakinan dalam hati, bahwa setelah masa-masa kesendirian ini terlewati, akan datang seseorang yang menenteramkan hati, memperkaya jiwa, menyempurnakan ketidaksempurnaan kita, kehadirannya dapat membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik, serta menjadikan hidup kita lebih berkualitas dan bermakna. Insya Allah, semua akan indah pada waktunya. Amiin Yaa Robbal Alamiin.

Aku teringat satu quote milik seorang temanku, “There must be someone out there is waiting for you. Someone who fits to your characters. Someone who will understand and take you just the way you are” ~ Nepenthes Hutan. So... don’t worry be happy, JoJoBa all around the world... ^^

*)JoJoBa : Jomblo-Jomblo Bahagia


~ Wil Twilite ~
Selasa, Oktober 25, 2011

Lost In Space


Sometimes I get tired of this me-first attitude
You are the one thing that keeps me smiling
That's why I'm always wishing hard for you

'Cause your light shines so bright
I don't feel no solitude
You are my first star at night
I'd be lost in space without you

And I'll never lose my faith in you
How will I ever get to heaven, if I do

Feels just so fine
When we touch the sky me and you
This is my idea of heaven
Why can't it always be so good...?

But it's all right, I know you're out there
Doing what you've gotta do
You are my soul satellite
I'd be lost in space without you

And I'll never lose my faith in you
How will I ever get to heaven, if I do



*) a beautiful song of Lighthouse Family
Kamis, Oktober 13, 2011

SHIT HAPPENS


Novel SHIT HAPPENS ini aku baca sekitar pertengahan tahun 2008. Ketika itu tertarik aja sama covernya yang lucu dan unik, sambil aku baca-baca bagian belakang covernya. Hmmm, sepertinya ceritanya fresh dan mengandung unsur humor yang cerdas, mengingat ketika itu novel-novel lain yang kubeli kebanyakan masuk kategori serius.

Ternyata Shit Happens memang novel yang menarik. Ada banyak pelajaran berharga yang bisa diambil tanpa merasa digurui oleh si penulis. Bahasanya yang blak-blakan juga menjadi daya tarik tersendiri dalam menikmati lembar demi lembar kisahnya.

Bercerita tentang 3 orang sahabat yaitu Sebastian, Lula dan Langit. Mereka bertiga tengah diuber deadline untuk segera mengakhiri masa lajang oleh keluarga dan lingkungannya. Dalam perjalanan untuk mewujudkan itu, mereka melakukan berbagai upaya hingga akhirnya 'menemukan' diri mereka yang sejati setelah melewati berbagai kejadian. Persahabatan mereka cukup unik, banyak sisi menariknya gitu deh, menurutku. Smart story lah pokoknya. Plus gaya berceritanya yang so easy tapi berbobot, bikin membaca buku ini terasa ngga membosankan.

Saking kerajinannya, aku sempat menyalin beberapa point yang kuanggap menarik. Well, aku ingin membaginya disini. Bagi yang sudah baca, mungkin bisa flash back sama bagian-bagian ini. Dan bagi yang belum baca, silakan cari novelnya dan baca, ngga akan menyesal deh. Atau boleh pinjam punyaku kalau mau ^^

~~~~~~~~~~~~~~~

Oke, banyak memang yang menganggap wajar orang-orang gay. Mereka bilang, sah-sah saja hidup dengan preferensi seksual seperti itu. Tapi aku enggak. Lebih tepatnya, aku, mama, dan sebagian besar manusia di bumi Indonesia ini. Gay itu penyakit. Gay itu dosa. Aku nggak mau mengambil resiko dikucilkan karena jadi gay”. (Sebastian)

God, forgive me. Ternyata, susah ya hidup lurus sesuai aturan main-Mu...?” (Sebastian)

Orientasi seksual tak pernah bohong. Dia memilih. Bukan dipilihkan. Sama seperti rasa”. (Langit)

Gini deh, seandainya gue ngaku ke orangtua gue kalo gue lesbi, misalnya. Kalo lo ngira nyokap gue bakal meluk gue dengan penuh haru, “Ooh, anakku ternyata jadi lesbi, syukurlah, Nak...” – LO SALAH BESAR”. (Lula - ditujukan ke Sebastian yang coming out ke nyokapnya, ngaku dirinya gay)

~~~~~~~~~~~~~~~

Pernikahan nggak membatasi siapa pun. Memang, secara otomatis semuanya akan terbatasi, tapi bukan berarti mengekang, kan...?” (Lula)

Gue dukung opini lo tentang pernikahan. Pernikahan nggak seharusnya mengekang. I’m not against you. But, what I don’t like is your way of escaping from that situation. You did not even give any chance to him. You didn’t even try to explain anything. Lo cuman defend”. (Langit)

Gue curiga, jangan-jangan justru elo yang sebenarnya selama ini belum berani terikat dengan komitmen. Tapi, lo malah nyalahin semua cowok yang punya hubungan dengan lo. Hanya karena lo nggak cukup punya nyali buat nyalahin diri lo sendiri. Nggak mau ngakuin kalo persoalannya ada di elo. Elo yang belum sanggup mengomunikasikan semuanya. Elo yang belum sanggup berkomitmen. Elo belum siap nerima orang yang paling dekat sama elo justru berbeda pendapat sama elo”. (Langit)

Yes. You’re just hearing, not listening. You’re just speaking, not talking”. (Langit)

Muka Stitch yang bengal abis malah bikin gue merenung. Ke mana aja gue selama ini...? Kayaknya, gue terlalu sibuk dengan pikiran sendiri. Gue terlalu egois. Karena ngga ingin disakiti, gue menuntut orang yang harus memahami gue. Gue lupa, dalam setiap hubungan harusnya kita saling mendengar, saling berbicara. Mengomunikasikannya. Bukan langsung ambil langkah seribu ketika perbedaan terlihat. Gue anggap selama ini gue udah banyak berbicara. Ternyata keliru. Gue cuman sekedar ngomong. Gue ngga pernah benar-benar mengomunikasikan apa pun. Gue cuma takut dituduh nggak bisa berkompromi. Nggak penuh toleransi. Gue masih gagap dengan konsep sebuah komitmen dalam berhubungan. Gue menjadikan perbedaan yang ada sebagai alasan pembenaran untuk pergi. Langit benar, persoalannya bukan berada di cowok-cowok yang pernah dekat dengan gue. Persoalannya ada di diri gue sendiri. Gue yang belum siap berkomitmen”. (Lula)

~~~~~~~~~~~~~~~

Tapi gue nggak bisa toleransi sama yang namanya perselingkuhan”. (Sebastian)

Nope. Selingkuh artinya melanggar kesepakatan untuk setia yang telah kita buat sebelum memutuskan jadian. Dia nggak cuma berbohong, dia juga nikam gue dari belakang, menertawakan ketidaktahuan gue, melecehkan gue. Siapa tahu, dia juga mungkin doing something sama selingkuhannya di luaran sana. Mana gue tahu. Intinya, no excuse for cheating”. (Sebastian)

~~~~~~~~~~~~~~~

Langit : “Gue nggak nuduh elo kok
Lula : “Secara verbal sih enggak. Tatapan lo aja udah cukup ngasih statement

The FUTURE should be a place where we WILL go, not something that will come to us where we are NOW

Don’t stay too much longer in front of one door that already closed. You can’t see that the other door has opened for you”. (Alex)

Yup. Selama ini gue udah terkungkung dengan pikiran gue sendiri. Terlalu ingin memahami orang lain membuat gue lupa memahami apa yang sesungguhnya diinginkan diri gue sendiri. Gue terlalu ingin mempertahankan label kalau gue adalah orang yang penuh pengertian. Yang bisa memahami apa pun lebih dari orang lain. Tapi akhirnya, gue justru menyakiti diri gue sendiri. Justru tak memberi ruang buat jiwa gue”. (Langit)

Memahami orang lain memang nggak gampang. Tapi, jujur dengan diri sendiri ternyata lebih sulit”. (Langit)

I learned one thing today. Tentang memahami dan keikhlasan dalam memahami. Ternyata ikhlas itu nggak sama dengan sekedar memahami. Hari ini, gue memutuskan untuk keluar dari sudut pandang gue, lalu mencoba lebih banyak menggali dari sudut pandang orang lain. Well, setidaknya, gue bakal mulai dengan mengutarakan apa yang sebenarnya ada di hati gue. Oh...no...no..., gue harus memulainya dengan memaafkan orang lain tanpa tendensi. Memaafkan bukan lantaran gue pengen dianggap pemurah atau penuh pemahaman – just like what I did selama ini. Bukan. Memaafkan jenis itu ternyata hanya bikin gue semakin sakit dan menciptakan lebih banyak kemarahan. Gue ingin memaafkan orang lain karena itu bikin gue ngerasa lebih baik". (Langit)

...memaafkan orang lain ternyata membuka pintu untuk menerima diri gue sendiri. Gue nggak bakal bisa menerima diri gue sendiri tanpa terlebih dahulu memaafkan. Jauh di lubuk hati gue, gue juga ingin dimaafkan. Dimaafkan untuk kepura-puraan gue selama ini”. (Langit)

~~~~~~~~~~~~~~~
Shit Happens : Christian Simamora + Windy Ariestanty



~ Wil Twilite ~
Jumat, Agustus 05, 2011

...then I found you


Ah... akhirnya aku telah berhasil menemukan tempat persembunyianmu... dalam cangkang yang kokoh, anti gores dan tahan banting... hebat memang...

Pencari mimpi yang menemukan mimpi...

Sekian lama kau bersembunyi dalam dunia mimpi, dengan mengesampingkan realita yang kau enyahkan jauh-jauh dari hadapan matamu...

Dunia tanpa cermin... sebab kau enggan melihat pantulan yang tak lagi kau kenali di dalamnya... kau juga sudah tak peduli akan penampilanmu, sebab eksistensi diri cukup terpancar lewat kemurnian jiwa, katamu...

Ah, jalan pikiranmu sudah semakin tak terbaca olehku, sekalipun dulu selalu kau anggap aku sebagai satu-satunya orang yang mampu menembus kedalaman pikiranmu...

Sudah lama sekali kita tidak bercakap-cakap, dan kau tak pernah lagi menjawab sapaanku, seperti kita tak pernah saling mengenal, seperti kita tak pernah teramat sangat dekat satu sama lain saja...

Baiklah, aku tak akan lebih banyak bicara... yang penting sekarang aku menemukanmu... dan pencarianku berakhir sudah...

Aku akan terus memeluk erat tubuhmu dalam kebekuan yang menusuk malam ini, barangkali saja kehangatan tubuhku esok pagi akan menghantarkanmu menemui mentari... tak peduli jika akhirnya kau menemukan jasadku tergolek membeku disampingmu, menggantikan tempatmu... sebab yang terpenting bagiku adalah...

...aku telah menemukanmu



~ Wil Twilite ~
Rabu, Agustus 03, 2011

Coming Out Story (2)


August, 20th 2008

Hari masih sangat pagi, aku sedang berada di dalam bus umum, on the way ke kantor sambil mendengarkan alunan lembut Norah Jones dari pemutar mp3 di handphone saat ada telepon masuk, kulirik sekilas, tertera nama Gieza, temanku se-gank saat kuliah dulu. Ada angin apakah gerangan dia telepon aku pagi-pagi begini...? What a surprise juga sih, soalnya udah lumayan lama ngga dengar kabar dari dia.

Halo”, sapaku.

Wiiiiiilllllllll”, teriakannya spontan bikin kupingku pengang, secara aku masih pakai headset.

Gile lu, Gie, teriak-teriak di kuping orang pagi-pagi buta, gimana kalo gendang telinga gue pecah...?”, protesku.

Ya ampyuuun, Wil, jangan hiperbol gitu deh, lagian ini juga udah bukan pagi buta, kali... udah hampir jam 8, Non.”

Bukan masalah pagi butanya, tapi headset masih nyantel di kuping nih.”

Sorry, sorry, Wil, abis gue kangen banget sama elu, elu sih sombong, mentang-mentang gue ngga pernah telepon, elu juga ngga mau telepon gue. Ujan berkelir kali Wil, kalo elu yang telepon gue duluan.”

Buset, nuduh, lo. Perasaan gue pernah sms lo beberapa kali deh, nanyain kabar lo, emangnya ngga lo anggep tuh sms…?”

Lhaaaa, kan itu sms, bukan telepon. Caaabbbbeee deeehh….”

Ya udah, intinya, ada angin apa lo telepon gue...?”

Lo inget dong, Tata ultah tanggal 22 besok...?”

Inget, terus kenapa...? Emang dia mau ngundang-ngundang kita...?”

Tata adalah anggota gank yang satu lagi. Gank kami ada 4 orang, Aku, Nanda, Gieza dan Tata.

Bukan ngundang kerumahnya sih, tapi dia ngajakin ketemuan, kita berempat, Wil. Secara kita kan udah lama bangets ngga kumpul-kumpul, moment-nya juga pas banget mau bulan puasa, jadi sekalian punggahan gitu.”

Berempat…?”, tiba-tiba aku ingat Nanda, apa dia udah tahu juga, ya...? Apa Gieza or Tata udah menghubungi dia...?. “Nanda udah tau, Gie?”, lanjutku.

Udah, kemarin gue telepon dia. Dia malah napsu banget, langsung dia yang nentuin tempatnya.”

Oooo…dimana...?”

Di Plangi aja katanya”. Waaaks... Plangi...? Again...? Batinku.

Kapan, jam berapa...?”

Sabtu, tanggal 23, sorean, jam 4 yah…?”

Ok, Insya Allah gue datang. Btw, gue udah mau nyampe nieh. Ntar deh gue sambung lagi ya…”

Ok, Wil. Take care. Bye.”

Bye.”

Aku seharusnya senang karena my gank akhirnya bisa ngumpul lagi setelah sekian lama, tapi aku malah merasa aneh membayangkan akan bertemu Nanda lagi. Setelah peristiwa terakhir, aku belum mendengar kabar lagi darinya. Gimana nanti di depan Tata dan Gieza, kayaknya ngga enak kalau aku dan Nanda ngga bersikap seperti biasanya, sedangkan aku ngga tau harus bersikap seperti apa. Hhhhhh, kuhela nafas sambil menyebrang, otakku mulai membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi nanti. Biarlah, apapun yang akan terjadi, terjadilah.


*) to be contineu
Senin, Agustus 01, 2011

1 Agustus 2011


Assalamu’alaikum WrWb... Selamat milad, Kak Wil... :)
Bertepatan dengan hari pertama di bulan nan suci... semoga dapat lebih memberi arti, untuk apa kita dilahirkan ke dunia ini... dan semoga tak henti-hentinya bermuhasabah diri...

Sekali lagi, happy birthday, Kak Wil... semoga selamat iman, hingga waktu tak lagi berputar... diberikan keberkahan umur, dan sukses dunia dan akhirat... Amin, Ya Rabb...


(SMS from my friend, June – Banda Aceh)


Pada kesempatan yang baik ini, izinkan Wil mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada kawan-kawan yang telah mengirimkan SMS maupun ucapan via facebook pada hari ini, Senin, 1 Agustus 2011, di mukadimah bulan nan suci... semuanya begitu berkesan bagi Wil...

Dan, tidak lupa Wil mengucapkan "Selamat menjalankan ibadah puasa", bagi kawan-kawan muslim dan muslimah, di mana saja berada...


Regards,
Wil Twilite
Selasa, Juli 26, 2011

Coming Out Story (1)


July, 19th 2008...

Baru jam 13.30 WIB saat aku tiba di Plaza Semanggi, lebih cepat 30 menit dari waktu yang telah kusepakati dengan Nanda, sahabatku. Aku memang merencanakan datang lebih awal agar aku bisa mempersiapkan diri sebelum benar-benar sanggup untuk berterus terang padanya. Sudah lama aku ingin menceritakan hal ini padanya, karena dia adalah sahabat terdekatku, kami bahkan sudah seperti saudara. Selama ini hampir tidak pernah ada rahasia diantara kami.

Aku mengenalnya di kampus tercinta, ketika kami sama-sama sedang antri di salah satu loket pendaftaran untuk tes masuk. Aku antri tepat di belakang dia, karena antrian mulai ngga karuan, dia terdorong dari arah depan dan kakinya menginjak kakiku, ”Aduh, yang bener aja dong”, keluhku jutek. Dia menoleh, katanya ”Sorry, ngga sengaja. Nih yang di depan juga pada main dorong aja sih...!”. ”Ya udah, ngga papa”, jawabku kemudian. Yah mau gimana lagi, emang sebenarnya sih dia ngga salah juga, aku hanya reflek mengeluh karena kakiku terinjak. Selanjutnya, kami kembali saling terdiam dalam antrian yang masih lumayan panjang itu. Rasa-rasanya sesi antri di loket itu so wasting time banget, deh.

Lo sendirian?”, tiba-tiba dia ngajak ngobrol

Iya, kenapa emangnya?”

Ngga apa-apa, nanya aja. Gue juga sih, kayaknya teman SMU gue ngga ada satu pun yang daftar kesini

Sama dong kaya gue”, jawabku sambil nyengir ke dia. Dia ikutan nyengir

Lo SMU-nya di Jakarta ya?”, tanyanya

Iya, emang lo dimana, bukan di Jakarta, ya?”

Bukan. SMU gue di daerah Parung

Parung...? Jauh amat ya. Kenapa daftar kuliah di sini...?”, tanyaku heran. Ya, soalnya dia SMU-nya di Parung, tapi kuliah di Jakarta

Iya, bokap rada maksa gitu, katanya sih rekomendasi kenalan bokap. Btw, belom kenalan, gue Nanda”, dia mengulurkan tangannya. Aku menyambutnya

Wil”, dahinya berkerut mendengar namaku

Cuma Wil aja?”

Wilhelmina

Ooo, Wil is just a nick, ya? Sounds cool

Tengkyu

Itulah awal perkenalan kami, selanjutnya kami kebetulan satu kelompok selama ospek, dan ternyata kami mengambil jurusan yang sama, sering sekelas, banyak jadwal yang barengan, sering jalan bareng juga. Kami juga nge-gank dengan dua orang lagi, tapi aku paling akrab sama Nanda. Kami pernah juga cari kerja barengan, buat cari uang tambahan sambil kuliah. Banyak peristiwa yang sudah kami jalani bersama, saling membagi kisah masa lalu, membuat kami seperti sudah saling mengenal sejak lama. Kepribadian kami berdua sebenarnya sangat bertolak belakang, tetapi entah mengapa hal itu tidak pernah menjadi penghalang kedekatan kami.

Nah, itu Nanda datang, aku melambaikan tangan saat kulihat dia sedang tengak-tengok mencari aku di tengah keramaian.

Sorry Wil, telat dikit. Biasa, macet. Lagian tadi meetingnya juga rada molor dari yang dijadwalin gara-gara si Benny kebanyakan argumen, udah gitu si Evan ngasih jawaban panjang lebar pula, ngga nyadar kalo seruangan udah pada bolak-balik ngeliatin jam tangan, sampe ada beberapa orang yang mendadak sakit tenggorokan segala. Hehehe...”, saking dekatnya hubungan kami, kami sudah hafal dengan orang-orang yang berhubungan dengan kami sehari-hari di kantor, aku bahkan sudah dikenalkan secara langsung dengan beberapa rekan kerjanya yang satu divisi, dan juga sebaliknya, Nanda sudah kenal sebagian teman kantorku.

It's okay”, jawabku

So, what’s the serious thing...?”, tanyanya to the point sambil menarik bangku di hadapanku. Mataku spontan melotot mendengarnya.

Entar dulu dong, pesen makan juga belom, udah pengen denger cerita aja. Masa baru dateng langsung to the point gitu sih”. Dia tertawa lebar, lalu telunjuknya mengacung memberi kode pada satu pelayan yang melintas di dekat kami, dan mulai memesan makan.

Inilah saat yang bikin aku deg-degan, karena tujuan utamaku ngajak dia ketemu saat ini adalah untuk coming out ke dia. Aku sudah mempertimbangkan dengan seksama, dan merasa dia perlu tahu. Menyadari kalau diriku ”L” adalah sesuatu hal yang besar, and I think I don’t have to keep this secret forever from her.

Salah satu alasan yang mendasari keputusanku untuk coming out ke Nanda adalah, kurleb hampir dua tahun yang lalu (lama amat yak :p), Nanda pernah cerita ke aku tentang Evan, bosnya di kantor, yang tiba-tiba coming out ke Nanda bahwa dirinya gay. Nanda bilang, ia tidak terlalu terkejut dengan pengakuan Evan, karena gelagat Evan memang sudah terbaca. Bahkan hampir seisi kantor sepertinya juga sudah tahu. Yang membuat Nanda terharu, Evan mengakuinya secara personal pada Nanda.

Ketika itu aku bertanya pada Nanda, ”So, sikap lo ke dia bakalan berubah ngga, setelah dia ngaku ke elo kalo dia gay?”. ”Ya, awalnya sih gue takut, Wil. Lo kebayang ngga sih, tiba-tiba aja dia membuka rahasia dirinya ke gue...? Terus, dia mulai cerita secara mendetail, dari mulai dia merasa dirinya ngga ada ketertarikan sama sekali sama cewek, justru malah berdesir kalo ngeliat sesama cowok. Awalnya dia juga ngga mau nerima kenyataan itu, tapi di sisi lain dia merasa tersiksa untuk bersikap ’pura-pura normal’ padahal sebenernya ngga. Sampe dia masuk ke komunitas gay yang dia temuin di internet, yang membuat dia bisa feel comfort to accept himself as a gay karena merasa dirinya ngga sendirian".

"Dia juga ngga maksa gue untuk ’menerima’ eksistensi kaumnya sebagai suatu kewajaran, mengingat negara ini masih dipenuhi aturan-aturan dan norma-norma yang ngejelimet. Gue pikir, kenapa juga gue harus merasa kalo derajat gue lebih tinggi dari dia, semata-mata karena gue ‘normal’, terus gue menjustifikasi kaum gay. Ngga ada jaminan yang mutlak juga bahwa orang ‘normal’ lebih beradab dari mereka, iya ngga...? Menurut gue kalo bicara soal moral, semua kembali ke pribadi masing-masing”.

Sudah 30 menit kami berbincang sambil makan. Seperti biasa, kalau ketemuan gini, pasti banyak cerita yang mengalir. Piring kami berdua sudah bersih. Dan sambil mengelap mulutnya dengan tissue, Nanda mengulangi lagi pertanyaannya yang tadi.
So, what’s the serious thing, Wil...?”

Aku terdiam beberapa saat sambil berusaha mencari-cari kalimat yang tepat sebagai prolog, tapi kok otakku buntu. Nanda mulai keliatan ngga sabaran.

Hmm, too serious...? Until make you freeze like this...?”. tatapan jenakanya mulai menggoda di depan wajahku yang mematung. Akhirnya aku coba sekali lagi untuk memberanikan diri bicara.

Nda... seandainya, nieh... hmm... gue... hmm... gimana ya ngomongnya... hmm...”, aku mulai menggaruk-garuk belakang telingaku yang ngga terasa gatal sama sekali.

Plis deh, Wil. Kenapa lo jadi salting kaya gitu. Biasa aja kali. Rileks, Wil. Apapun yang mau lo sampein ke gue itu ngga akan bikin dunia kiamat. Mendingan lo minum dulu deh, nih...!”, celotehnya sambil menyodorkan air mineral. Aku mengambilnya, lalu meneguknya perlahan sambil tetap menatap matanya yang masih menatapku penuh tanya.

Nda... gue... gue... Hmmm, sebenernya gue ngga ngerti kenapa gue merasa harus jujur sama lo tentang hal ini, tapi... gue cuma merasa sepertinya gue punya beban kalo harus terus merahasiakan hal ini dari elo, sedangkan... lo udah gue anggep...”, aku mulai speechless.

Apaan...? Pembokat...? Atau cenayang...? Yang bisa nebak dengan sangat tepat kelanjutan kalimat lo, gitu...?”, dia coba melucu, tapi jayus, sebab ekspresi wajahnya masih tetap serius. Aku menghela nafas cukup panjang. Aku belum juga berhasil merangkai kalimat prolog apapun di hadapan orang yang menatapku seperti sedang membaca sebuah buku berukuran besar yang terbuka lebar dengan tulisan yang ukuran font-nya segede gaban.

Nda... lo harus tau, kalo gue ternyata punya kecenderungan lesbian. Gue suka perempuan, Nda...”, aku ngga sanggup menatap matanya saat aku mengucapkan kalimat itu. Aku langsung menunduk. Sejenak ’setan gagu’ singgah diantara kita. Aku belum berani melihat ekspresi wajahnya. Setelah kira-kira dua menit, aku mendengar suaranya lagi.

Wil...”

Ya...”, aku mulai mengangkat wajahku yang tertunduk, memberanikan diri untuk menatap matanya yang sedang menatapku serius,

Lo... serius...?”

Ya...”

Since when...?”

Long time ago... long story...

Nanda terdiam lagi sambil tetap menatap tajam mataku, seakan sedang mencari sesuatu di dalamnya.

Have you ever been in a relationship... kinda... you know what I mean...?”

Yes, I was, kinda...”

How many times...?”

Just once, and it was before we knew each other...”

I can’t believe it”. Nanda menggeleng. Kemudian lama kami saling terdiam lagi sambil sesekali Nanda meneguk minumannya.

Wil... I think I should go, now...”. Nanda berdiri, memberi isyarat bahwa dia tidak mau lagi berlama-lama berada di hadapanku.

Okay. Thank you for your time... to come...”, aku merasa aneh saat mengucapkannya. Tidak pernah percakapan kami terasa sekaku ini. Nanda menatapku cukup lama, dengan tatapan yang tak mampu kumaknai saat itu, sebelum akhirnya pergi dari hadapanku tanpa berkata apa-apa lagi. Dia berlalu begitu saja, meninggalkan berbagai pertanyaan dalam benakku akan reaksinya.

Hmmm, sudahlah. Memangnya reaksi seperti apa, sih, yang aku harapkan darinya, seharusnya...? Yang penting, aku sudah jujur, dan sekarang hatiku terasa plong. Biarlah waktu yang akan memberikan jawaban, bagaimana kelanjutan kisah persahabatan kami kelak...


*) to be contineu
Sabtu, Juli 16, 2011

lukisan pagi


ketika lukisan pagi di hadapan mata menghamparkan nuansa yang indah, aku tak peduli lagi pada mimpi yang gugur semalam dalam pelukan kegelapan yang mencekam...

¬ Wil Twilite ¬
Rabu, Juli 13, 2011

melipat kesunyian


dan bila saja kesunyian itu seumpama lembaran kertas,
maka aku akan melipatnya,
kemudian menyelipkannya pada beberapa halaman
buku tebal perjalanan hidupku...

adakalanya aku rindu untuk membacanya,
dapat kubuka kembali lipatan itu sewaktu-waktu...

...

~ Wil Twilite ~
Minggu, Juli 10, 2011

menduga


terduduk tanpa kursi;
membaca tanpa buku;
mendengar tanpa suara;
menatap tanpa wajah;
menangis tanpa air mata;

lalu.....
bagaimana aku memahami...?
maaf bila aku salah menilaimu


a sweet poem by : nafiyya
(taken from apresiasi sastra, multiply)
Jumat, Juli 01, 2011

–the secret of dream-


…dan kemudian,
pada keheningan malam…

...jiwaku terhenti untuk mengisi kekosongan hatiku, dan mencoba ‘tuk sekedar menghibur kepenatan pikiranku…

...terjaga dalam keterasingan, namun tak sendiri, ia mengembara jauh ke tempat-tempat yang tak terjelajahi saat raga tersadar…

...dan dalam kabut mimpi, terlihat jelas semua angan yang dirindukan oleh insan saat terjaga...

...cahaya rembulan di redupnya awan yang menyelimuti langit hitam, bertabur bintang yang kerlipnya menyiratkan pesan malu-malu…

...istana harapan, tempat singgah sementara atas raga yang terlelap, dimana sang jiwa mengembara jauh, mengistirahatkan hati dan pikiran, sampai cahaya keemasan itu muncul di ufuk timur...


Rahasia Mimpithe secret of dream-
an old note, June 20th 2004
~ Wil Twilite ~
Senin, Juni 27, 2011

do you miss me...? ^^


Sometimes you just need to distance yourself from people. If they care, they’ll notice. If they don’t, you know where you stand ~ Unknown

Statement yang sederhana. Aku pun tergoda untuk membuktikan kebenarannya. Dan menghilanglah diriku dari jejaring sosial facebook dan Yahoo Messenger untuk sementara waktu. Well, selain dikarenakan kebosanan yang melanda diri ini, memang juga karena kesibukan pekerjaan yang semakin menyita waktu. Istilah pasarannya jaman sekarang, demi segenggam berlian gitu yah :p

Aku sempat berfikir, “Pasti ngga ada deh orang yang notice, apalagi sampai nyariin aku”, hehehe *pesimis mode:on*

Ternyata oh ternyata, ada juga beberapa teman yang merindukan aku. Hiks, jadi terharu rasanya. Terima kasih yang mendalam kepada teman-temanku sebagai berikut:

Dear Wil, kalo menghilang jangan lama-lama ya... matahari di ujung barat redup kehilangan cahaya ceriamu... lekas “sembuh” ya, Say... (KJ – Banda Aceh)

Knock-knock, anybody home...? (Adjeng – Semarang)

Wil, kemana aja...? Sepiiii... (FL - Jawa Barat)

Wil, are you okay...? Koq facebook-mu ilang, YM! juga ngga pernah aktif lagi...? (Kawoel – Surabaya)

Sist, kemana aja, koq lama ngga online YM!-nya...? (RB – Malang)

Kakaaaak... mau curhaaaatt... (L- Bandung)

Kak Wil, facebook-nya ilang, YM!-nya mati, twitter-nya ngga update, ada apa gerangan...? (NS – Jawa Tengah)

Kemana aja nih, Bu...? Offline truzzz (ML – Jakarta)

Hei frenz, kemana aja...? (VR – Jakarta)

Betapa menyenangkannya membaca SMS-SMS dan offline message YM! dari kalian.

And also special thanks to Kakak (AS) yang selalu setia di ujung telepon setiap hari mendengarkan cuap-cuap aku dalam perbedaan waktu sekian jam dan jarak yang membentaaaaang, hehehe... dan beberapa teman lain yang aku pamitin dan mengetahui dimana keberadaanku, thanks buat ngingetin aku untuk makan 3x sehari selama aku disana, tapi apa daya, disana makan 2x sehari aja udah syukur alhamdulillah banget :p

Buat yang sakit mata setelah membaca postingan ini (karena penulis blog ini lagi narsis mode: on), mohon maaf lahir & bathin aja, yah... Postingan ini hanya ungkapan rasa syukur karena Wil masih memiliki teman-teman yang baik hati, perhatian, dan ternyata masih merindukan Wil... ^^



Regards,
Wil Twilite
Senin, Juni 06, 2011

slighted


Aku merasa sedikit kelelahan, kesepian, dan terabaikan. Begitu banyak peristiwa yang tak terselesaikan. Diantaranya adalah peristiwa-peristiwa absurd yang masih menyisakan bekas luka yang begitu nyata. Terkadang aku juga heran, mengapa orang yang bahkan belum kutemui dan belum nyata wujudnya dihadapanku, mampu membuatku merasa terluka atas sikapnya. Mungkin aku yang terlalu naif, begitu mudahnya mempercayai kata-kata tanpa berprasangka sedikit pun.

Kadang perasaanku memang terlalu perempuan sekali, lebih mendengarkan kata hati dibandingkan logika. Tapi kini aku sudah mulai dapat memahami, kepercayaan memang sangat mahal harganya.

Aku sudah tak lagi dapat merasakan apa-apa saat ini. Aku telah mati rasa. Kumohon, janganlah kau palingkan wajah sebelum aku melihatnya. Aku lelah terabaikan. Tak tahukah kau, perasaan diabaikan adalah luka yang tak pernah mampu disembuhkan waktu. Maka, jangan abaikan aku seperti ini. Aku (sungguh-sungguh) lelah terabaikan.

Aku merasakan sedikit ketidaknyamanan dan krisis percaya diri. Karena merasa tak seorangpun dapat memahamiku. Sekalipun aku sudah berusaha sedemikian kerasnya untuk menjadi nyata, selalu saja terlihat semu dimatamu.

Kamu hanya belum mengenalku, itu saja... So, don’t judge me, before you meet me in person...


~ just a foolish Wil ~
Selasa, Mei 31, 2011

pengembaraan


langkah kian jauh,
dan jiwa hampir sampai
di tapal batas keletihan
menanti, entah siapa...

sepi dan sendiri, merantai hati
yang kian lelah berdetak
mencari-cari, entah siapa...

pikiran kian meradang,
dalam angan-angan
yang mulai melukiskan seraut wajah, entah siapa...

‘kan kubiarkan hati,
bersama jiwa dan pikiran,
untuk berbaur sejenak dalam satu jeda

barangkali dalam satu titik sunyi,
pengembaraan ini akan mengantarkanku,
lebih mudah menemukan kearifan,
dan kian bijak dalam menentukan langkah...


~ Wil Twilite ~
Rabu, Mei 25, 2011

Anti Cewek Tomboy


Perusahaan tempatku bekerja, baru saja menerima lima orang karyawati baru untuk ditempatkan di beberapa divisi. Kebetulan aku kebagian tugas untuk memperkenalkan lingkungan kantor kepada mereka, dengan mengajak mereka berkeliling dan memberikan sekilas info berkenaan dengan fungsi-fungsi tiap divisi dalam perusahaan, sambil memperkenalkan mereka kepada setiap orang, untuk mempermudah mereka kelak menjalin komunikasi internal.

Selama dua minggu berjalan, cukup intens juga aku berkomunikasi dengan mereka. Dan, diantara mereka berlima, ada satu orang yang paling pemalu, namanya Rica. Kalau aku perhatikan, dia sering banget curi-curi pandang ke aku, tapi tiap ada moment untuk berkumpul bareng teman-temannya yang lain, Rica selalu memilih posisi yang paling menjaga jarak denganku. Aku sempat mikir, apa aku ini nakutin...? Kok, perasaanku, teman-temannya yang lain malah rebutan mau dekat-dekat aku. Bukan soal GR atau apa, emang kan semakin dekat, semakin menyimak semua pesan-pesan sponsor seputar perusahaan yang aku sampaikan, toh...? Hihihi...

Setelah masa perkenalan usai, mereka ditempatkan sesuai dengan aplikasi posisi masing-masing. Rica ditempatkan pada divisi yang berbeda denganku. Kami sering berpapasan, Rica selalu hanya tersenyum setiap kali kami berpapasan, tidak pernah disertai basa-basi seperti misalnya, “Dari mana, mau kemana...?”, “Udah makan belum, Kak...?”, dll, dsb (*ngarep banget yah kesannya*). Lama-lama aku terheran-heran juga dengan sikap Rica yang menurutku aneh. Tapi ya sudahlah, terserah dia. Prinsipku, kantor ya kantor. Nothing personal.

Waktu pun berlalu, sudah enam bulan mereka bekerja di perusahaan. Suatu pagi, aku sedang mainan facebook di kantor, mumpung masih sepi, hehehe... Aku update status, “Kangen Sate Khas Senayan, deh...”. Dan, aku kaget, untuk pertama kalinya Rica ikutan comment di statusku, “Kesana yuk, Kak...?”. Aku sampai baca berulang-ulang, apa benar itu Rica yang comment...? Whatever, setelah ada beberapa comment lain yang masuk, barulah aku me-reply sekaligus dengan jawaban yang standar-standar aja. Tiba-tiba, masuklah pesan di inbox-ku. Dari Rica, “Kak, nggak mau nih, aku traktir Sate Senayan...?”. Aku yang masih terheran-heran akhirnya membalas, “Hahaha, emang serius mau traktir aku...? Dalam rangka apa, nih...?”. Rica menjawab, “Ngga dalam rangka apa-apa, emangnya harus ada occasion tertentu yah, ngajak Kak Wil makan...?”.

Singkat cerita, siangnya kita berdua makan bareng di Sate Khas Senayan Menteng. Tadinya mau kesana barengan dari kantor, tapi ternyata, sebelumnya aku harus mengurus sesuatu di luar kantor, dan kita janjian bertemu di sana. Aku tiba duluan. Sepuluh menit kemudian Rica datang, dengan senyuman khasnya. Duh, kenapa aku malah jadi deg-degan ngga jelas liat senyumnya. Hihihi.

“Sorry lama, Kak... Agak macet juga jam makan siang gini...”, ujarnya sambil duduk di bangku di hadapanku.

“Ya, ngga apa-apa. Aku juga belum lama, kok...”

“Kak Wil udah pesan, belum...?”

“Baru pesan minum aja, nungguin kamu...”

“Duh, jadi enak nih, aku ditungguin...”

Prolog berlanjut seputar pekerjaan dan kantor, sambil makan. Lalu aku bertanya tentang keherananku yang tiba-tiba ditraktir dia, “Ngomong-ngomong, gimana ceritanya kamu tiba-tiba ngajak aku kesini...?”.

Dia menatapku sejenak dengan tatapan aneh dan tersenyum, lalu menjawab, “Hmmm, sejujurnya sih, aku cuma pengen liat wajah Kak Wil dari dekat aja...”

Gubraaaakk...!! Alasan macam apa pula itu...? Spontan mataku terbelalak kaget, diikuti tawanya yang renyah, membuatnya terlihat semakin cakep. Apaseeeehhh...?! Hehehe...

“Aku serius, Kak. Aku tuh sejak awal merhatiin kakak, gayanya tomboy banget gitu. Jujur, aku pernah trauma sama cewek tomboy. Makanya aku mungkin terlihat agak jaga jarak kan, sama Kak Wil. Karena aku takut, Kak...”, ujarnya.

“Takut...? Takut kenapa kamu...?”, tanyaku menyelidik. Rica menghela nafas panjang, sekilas matanya menerawang jauh. Hingga akhirnya dia bercerita.

“Dulu, ada teman SMA yang tomboy, kita dekat banget deh, kemana-mana berdua. Lulus SMA, kita nerusin kuliah juga ditempat yang sama. Aku yang manja, dia yang protektif, klop banget gitu deh. Awalnya aku nyaman-nyaman aja, sampai akhirnya beredar rumor di kampus, kalau kami pasangan lesbian. Aku ngeri banget dengar kata ‘lesbian’, Kak. Bagiku, itu istilah yang sangat menakutkan. Saat aku coba bahas sama dia, dia malah nunjukin sikap yang aneh".

"Suatu saat aku bertanya sama dia sambil dalam konteks bercanda, “Jangan-jangan, kamu yang lesbian, ya...? Soalnya gayamu itu kan tomboy banget. Sikapmu ke aku itu mungkin bikin semua orang melihat kita kaya orang pacaran. Eh, aku benar nggak, sih...?”. Lalu aku senggol bahunya, saat itu kami sedang duduk samping-sampingan di kantin kampus sambil makan. Reaksinya mengejutkanku, Kak. Dia berdiri, dan menjawab pertanyaanku sambil teriak-teriak, mana kantin pas lagi rame, jam makan siang gitu. Katanya, “Iya gue lesbian, terus kenapa emang...? Elo juga selama ini pura-pura bego apa bego beneran sih, elo ngga nyadar-nyadar sama sikap gue. Selama ini gue ngerasa, sikap lo itu merupakan respon atas sikap gue. Artinya, lo sebenarnya juga nunjukin kalo elo membalas perasaan gue. Gue emang sayang dan cinta banget sama elo. Sekarang, berhubung udah terlanjur banyak yang curiga sama hubungan kita, mendingan lo jujur, apa lo juga merasakan hal yang sama dengan gue, Ca...?”.

“Aku benar-benar syok dengan pernyataannya. Dan semua mata memandang ke arah kami sambil bisik-bisik. Mukaku merah padam menahan malu, Kak. Maluuuuu aku dengan sikapnya yang norak dan kampungan itu. Lalu aku ikut berdiri, telunjukku mengarah ke wajahnya, terus aku bilang, “Gue jijik sama kelakuan elo. Mulai sekarang jangan pernah elo dekat-dekat gue lagi. Gue bukan lesbi. Gue masih doyan sama cowok. Selama ini gue cuma anggap elo teman. Ngga nyangka gue, elo berani lakuin semua ini ke gue yang udah jadi teman lo sekian lama. Makasih buat semua penghinaan lo ini, gue ngga akan pernah lupain”. Lalu aku ngeloyor pergi, meninggalkan dia yang terbengong-bengong sendirian. Aku nangis Kak, di toilet kampus. Maluuuuu. Sejak saat itu, aku anti cewek tomboy. Untuk alasan apapun, aku ogah berdekatan dengan cewek tomboy lagi”.

Aku terdiam sejenak mendengar penuturannya. Sepertinya aku bisa ikut merasakan perasaannya. Malu, itu sangat jelas dan pasti. Barangkali, aku juga akan melakukan hal serupa jika berada di posisi Rica waktu itu. Menyelamatkan muka dihadapan orang banyak. Si cewek tomboy itu terlalu ekstrim dalam menyikapi pertanyaan Rica. Entah bagaimana sesungguhnya yang dirasakan Rica dari hatinya, aku tak pernah tahu. Pastinya, sekarang aku mengerti mengapa Rica bersikap menjaga jarak denganku sejak awal.

“Lalu, setelah itu bagaimana...?”, tanyaku memecah keheningan yang sempat melintas diantara kami.

“Aku malu, Kak. Awalnya aku pengen nggak datang ke kampus untuk sementara waktu karena malu. Tapi aku pikir-pikir lagi, hal itu malah akan menimbulkan gosip yang semakin jelek tentang aku. Aku takut dikiranya aku beneran lesbian. Jadi, aku beranikan diri tetap kuliah seperti biasa. Teman-teman ternyata banyak yang bersimpati padaku. Mereka anggap aku korban. Dan bagiku, pendapat yang demikian sangat menguntungkanku, secara harga diriku yang udah dipermalukan sama dia. Aku biarkan mereka terus berfikir kalau aku korban, karena saat itu aku memang merasa demikian. Kak Wil tahu, ternyata itu hari terakhir dia kuliah. Dia ngga pernah muncul lagi. Entah dia berhenti kuliah atau pindah, atau gimana, aku ngga pernah tahu dan juga ngga mau tahu. Aku benar-benar hapus dia dari hidupku. Sampai sekarang”.

“Lalu, apa yang membuatmu akhirnya ngajak aku makan disini...?” (pertanyaan ngaco dan ngga nyambung, hihihi... Rica aja langsung natap aku heran, terus tertawa geli).

“Ya, emang aku juga ngga ngerti kenapa, Kak. Sejak peristiwa itu, aku seperti memusuhi semua cewek tomboy sejagad raya. Seiring semakin matangnya cara berfikirku, aku rasa ngga adil juga sikapku itu. Aku sering menemukan cewek tomboy yang kujauhi ternyata benar-benar hanya ingin berteman murni, dan mereka kecewa atas sikapku yang ngga sopan. Kadang aku kena batunya, malu ketika ternyata ada saat-saat aku membutuhkan orang-orang itu, tapi aku kadung jutek sama mereka, jadinya malu deh mau minta tolong. Dan seperti orang yang terkena kutukan, kemana pun aku pergi, pasti deh, ada aja cewek tomboy sliweran dimana-mana. Hahahaha. Aku berfikir, sampai kapan aku bisa menghindari mereka, Kak...? Aku mulai bertekad, untuk memulai suatu hubungan yang positif dengan seorang cewek tomboy, seperti hubungan pertemanan atau hubungan kerja yang baik. Dan momentumnya, bertepatan dengan tekadku itu, aku bertemu Kak Wil di hari pertama aku menginjakan kaki di kantor. Aku mengamati kakak dengan hati-hati. Aku jaga jarak, karena aku takut kalau berhadapan wajah terlalu dekat dengan kakak, aku masih belum bisa mengendalikan sikap ‘anti cewek tomboy’-ku itu. Hehehe. Aku juga penasaran pengen lihat wajah Kak Wil dari dekat, dan akhirnya sekarang kesampaian juga, deh...”

“Caaapeeedeeehh. Dasar kamu ini. Terus, sekarang, udah ngga 'anti cewek tomboy' lagi, kan...? Setelah kamu bicara dengan aku yang penuh pesona ini...?”, candaku. Rica tertawa geli. Dan akhirnya suasana mencair dengan sendirinya.

Kalau dipikir-pikir aneh juga sih bisa ada orang yang ‘anti cewek tomboy’ macam Rica ini. Tapi mendengar pengalamannya yang seperti itu, keparnoannya cukup beralasan. Menurut Rica, hikmah dari kejadian itu telah menjadikannya jauh lebih mandiri. Dulu, ia memang sangat ketergantungan berat sama si tomboy. Selain karena memang Rica-nya yang manja, si tomboy juga selalu rela melakukan apa saja buat Rica. Semenjak si tomboy pergi dari hidupnya, Rica mulai membiasakan melakukan segalanya sendiri.

Duh, makanya cewek-cewek kece di luar sana, macam Rica... Manja boleh, tapi jangan berlebihan yaaaww... Apalagi sama sesama teman perempuan yang tomboy... Hehehehe... *pesan-pesan sponsor yang ngga jelazt*


~ Wil Twilite ~

*) kisah ini merupakan perpaduan antara nyata dan fiksi ^^
Kamis, Mei 19, 2011

Bagaimana caranya seorang homoseks berubah...?


Bagaimana caranya seorang homoseks berubah...?

Ia tidak dapat...!!

Banyak dari kaum homoseks yang telah mencoba untuk bebas dari tekanan sosial. Pada kenyataannya tidak seorangpun berhasil. Sebagaimana faktor biologis menjadi lebih jelas, lebih mudah lagi sekarang untuk memahami mengapa hal ini menjadi mitos bahwa seseorang dapat merubah orientasi seksualnya.

Orientasi seksual ini terlalu mendasar dalam diri kita untuk dapat diubah. Anda tidak dapat merubah seorang homoseks menjadi seorang heteroseks, atau kebalikannya...!!! Ada saatnya seorang psikiater menggunakan terapi elektro-shock. Hasilnya sama saja dengan metode cuci-otak. Walaupun demikian, percuma. Sekarang ini, pengobatan seperti itu dianggap tidak etis dan sebuah bentuk penyiksaan.

.............................

Apa yang bisa dilakukan oleh seorang psikiater...?

Mereka tidak dapat mengubah orientasi seksual siapapun...!!

Tapi sebagian kecil dari kaum homoseks memperoleh keuntungan dari penyuluhan dan bantuan para ahli. Mereka adalah orang-orang yang merasakan beban berat dari tekanan sosial, depresi, dan bahkan berada dalam tahap awal bunuh diri. Para ahli dapat membantu mereka menyadari situasi ini dengan cara yang lebih positif, dan memperbaiki kepercayaan diri mereka. Bagaimanapun juga, mayoritas terbesar kaum homoseks tidak membutuhkan bantuan para ahli. Mereka dapat beradaptasi dengan baik, sangat percaya diri. Secara psikologis, mereka dapat mengatasinya dengan baik meskipun banyak sekali prasangka dan diskriminasi yang dialami dalam lingkungan hidup mereka.

.............................

Bagaimana saya bisa membujuk mereka untuk lebih sering berbaur/bergaul dengan lawan sejenis...?

Mengapa anda ingin membujuk seorang homoseks untuk lebih bergaul dengan lawan jenis...? Apakah Anda berharap ia akan berubah menjadi heteroseks...? Seperti yang telah tertera di atas, orientasi seksual tidak dapat dirubah.

Dengan berusaha "membujuk" seorang homoseks untuk melakukan ini dan itu, Anda menunjukkan ketidak-percayaan terhadap hak pilih seseorang untuk memilih teman-temannya secara bebas. Apakah Anda ingin pula ditekan oleh orang lain untuk melakukan sesuatu yang bagi Anda sendiri tidak menarik...? Anda akan menganggap hal itu sebagai gangguan/paksaan yang tidak dapat dibenarkan.


*) sumber : Google

Pada saat umur berapakah seseorang menjadi homoseks...?


Kembali, sebuah pertanyaan sesat. Tak seorangpun "menjadi" homoseks. Kebanyakan seorang homoseks melaporkan bahwa ia menyadari bahwa dirinya homo pada saat usia remaja. Jumlah yang lebih kecil dilaporkan bahwa mereka telah menyadari bahwa mereka berbeda dari teman-temannya sejak usia 9 atau 10, walaupun pada usia tersebut, mereka belum dapat mengistilahkan perbedaan tersebut.

Selain itu, ada pula beberapa kaum homoseks yang menekan/menyembunyikan keadaan mereka selama bertahun-tahun. Sebagian dikarenakan tekanan sosial yang memaksa mereka untuk menghindar, dan kurangnya informasi di lingkungan mereka tinggal. Besar kemungkinan mereka akan menikah dan memiliki anak. Tetapi pada suatu waktu dalam hidup mereka, akan disadari bahwa mereka ternyata tidak merasa tertarik dengan lawan jenisnya, sementara ketertarikan terhadap sesama jenisnya tetap tidak bisa hilang. Pada saat itulah, akhirnya mereka menyadari kenyataan bahwa mereka adalah homoseks.

Bagi orang asing/luar rasanya hal demikian kelihatannya sebagai, wah orang itu tiba-tiba "berubah" menjadi homoseks. Pada kenyataannya, dia selalu sebagai homoseks, hanya saja ia mengingkari kenyataan itu sementara waktu.


*) sumber : Google
Rabu, Mei 18, 2011

Meradang Rindu


Mengapa rindu ini terasa kian meradang,
kadang ia menyerupai bayangan yang tak mau lepas..

Sekalipun pernah kucoba menikmati sensasinya
yang mampu menggetarkan jiwa,

Aku menemukan pemahaman bahwa,
cinta dan cemburu
yang bergumul dalam rindu yang meradang,
tak lain adalah reinkarnasi
dari kembar siam yang selalu dikalahkan usia..

..dari masa ke masa,
kedekatan mereka tak pernah mampu dikekalkan waktu..
Senin, Mei 09, 2011

perkenalan


... menyenangkan ...

hanya itu saja yang bisa aku tuliskan, untuk menggambarkan perkenalan melalui percakapan pertama kita hari itu

semoga saja, kita dapat berteman baik seiring dengan berjalannya waktu


Jabat Hangat,

- Wil Twilite -


*) dedicated to my new friend, A
Rabu, Mei 04, 2011

Janji


Aaaah... JANJI...
semua bullshit.....!!!

Saat TAKDIR berkata lain,
JANJI pun langsung tertiup angin

...takkan kembali...


:(


~ Wil Twilite ~
Selasa, April 19, 2011

You (were) my everything...


You're my everything,
the sun that shines above you
makes the blue bird sing,
the stars that twinkle way up in the sky
tell me I'm in love
...”
(You're my everything, Santa Esmeralda)

Yes, I’m in love. Jatuh cinta memang berjuta rasanya. Entah sudah berapa ratus juta atau bahkan milyaran, hingga trilyunan lagu tentang cinta yang pernah ada di muka bumi dari masa ke masa. Dan kenyataan pahit bahwa orang yang paling jenius, atau bahkan paling sakti sekalipun, dapat berubah menjadi bodoh seketika karena cinta. Seolah ada molekul-molekul atau partikel-partikel tak kasat mata yang menyumbat akal sehat mereka, seketika...

You're my everything,
and nothing really matters
but the love you bring
...”
(You're my everything, Santa Esmeralda)

Segala sesuatu yang sebelumnya penting dan berharga milik sang pecinta itu, bisa ditinggalkannya begitu saja demi sang pujaan hati. Seolah di muka bumi ini (baca: dihadapan matanya) tak lagi diindahkan pemandangan lainnya selain sang pujaan hati semata. Skala prioritas hidupnya pun bisa menjadi kacau dengan menempatkan sang pujaan hati pada urutan yang paling atas, bahkan diatas dirinya sendiri. Ironis. Ya, cinta memang ironis. Memiliki kadar bius tingkat tinggi, bahkan dapat mematikan jika over dosis.

You're my everything,
forever and the day I need you
close to me
...”
(You're my everything, Santa Esmeralda)

Waktu 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu, bahkan 30 hari dalam sebulan, rasanya tak mencukupi. Karena setiap detik yang dihabiskan bersama sang pujaan hati selalu terasa kurang. Jika boleh, setiap detik sang pecinta harus nempel terus bak kembar dempet dengan sang pujaan hati. Setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, selamanya, tak terpisahkan...

Heeeyyy, WAKE UP.....!!!

Bagaimana dengan keluargamu, pekerjaanmu, sahabat-sahabatmu, dan lingkungan sosialmu...?! Bagaimana dengan DIRIMU SENDIRI yang tak luput kau abaikan...?!

CINTA memang merupakan suatu anugerah yang indah dan memabukkan. Tapi CINTA tak seharusnya menghilangkan jati dirimu yang sesungguhnya. CINTA semestinya akan menjadi lebih indah dan bermakna ketika ia dapat disinergikan dengan DIRIMU, keluargamu, pekerjaanmu, sahabat-sahabatmu, dan lingkungan sosialmu.

CINTA SEJATI seyogyanya melengkapi segala yang telah kau miliki. Dan bukan CINTA SEJATI namanya, ketika hadirnya justru membuatmu kehilangan segala yang telah kau miliki sebelum ia datang dan masuk dalam kehidupanmu.

Seseorang tak pernah menjadi lebih berharga dari DIRIMU SENDIRI, ketika dengan hadirnya kau tak lagi menjadi SIAPAPUN. Sejatinya, CINTA menambahkan esensi atas dirimu dan bukannya menyerap esensi dirimu yang sejati.

Never make SOMEONE as your EVERYTHING, because when she’s gone, you’ll have NOTHING...” ~ Anonymous


- Wil Twilite -