Jumat, Oktober 05, 2018

DIA


Ibuku uring-uringan terus setiap malam minggu tiba. Bosan aku terus ditanya soal pacar. Kedua kakak perempuanku selalu diapelin sama pacar-pacarnya setiap malam minggu, sedangkan aku tidak pernah. Memang apa salahnya, ya? Ibu selalu bertanya, "Galih, mana pacarmu? Kenalin ke Ibu, suruh main ke rumah". Selalu begitu setiap malam minggu tiba. Huh! Bosan aku!

Ibu hanya tidak tahu. Sebenarnya aku sudah naksir dia sejak kelas 1 SMU sampai sekarang. Dia adalah teman sekelasku. Ya, sudah tiga tahun duduk di bangku SMU dan kami selalu sekelas. Bahkan kelas 3 ini aku sangat beruntung, dia duduk di bangku depanku. Jadi setiap saat aku bisa memandangi wajahnya dengan leluasa, kami sering pula terlibat dalam diskusi kelompok beberapa mata pelajaran apabila guru membagi kelompok berdasarkan kedekatan tempat duduk.

Tak seorang pun aku ceritakan  tentang perasaanku pada dia. Cukup aku saja yang tahu. Dia pun tak pernah tahu, bahkan aku yakin terpikir pun tidak dalam benaknya bahwa aku diam-diam menyukainya. Ya, aku seyakin itu. Meski aku sering merasa cemburu setiap kali dia didekati oleh anak laki-laki. Ya, dia memang banyak yang naksir. Cantik, pintar, santun, the best lah pokoknya.

Tibalah hari valentine, dimana teman-teman biasanya sibuk ingin menyatakan perasaan pada orang yang disukainya, baik secara terang-terangan maupun secara rahasia. Tiba-tiba terlintas dalam benakku untuk menyatakan perasaan ini kepada dia. Ya, sudah kelas 3 dan sebentar lagi kami akan memasuki masa kelulusan. Mengapa aku tidak mencoba mengutarakan perasaan ini? Ya, mengapa?

Sudah dua jam aku mengamati secarik kartu valentine yang diam-diam kubeli di toko stationary tadi sepulang sekolah, tergeletak di atas meja belajarku. Isinya masih kosong. Aku mondar-mandir dengan perasaan tak menentu, bingung mau menuliskan apa disana. Ah, kok susah ya? Sudah bertambah dua jam kemudian, namun belum juga aku menemukan kata-kata. Akhirnya aku diamkan saja hingga hari beranjak malam. Menjelang tidur, akhirnya kuambil pena dan mulai menulis.. "Dear you, happy valentine's day.. I just want you to know that I admire you since the first time.. -G".

Esok harinya aku datang paling pagi di kelas. Kuamati belum ada siapa-siapa. Langsung kuselipkan kartu itu di kolong meja dia. Lalu aku buru-buru keluar kelas menuju kantin. Hingga bel masuk berdering baru aku masuk ke kelas. Kulihat dia sedang memegang kartu dariku. Oh My God! Dadaku berdegup sangat kencang. Kurasakan wajahku seperti panas, aku takut bila wajahku menjadi merona merah. Duh! Aku tidak pernah menyangka sekedar melihat dia membacanya saja bisa menimbulkan dampak sedahsyat ini. Kuperhatikan ekspresi wajahnya nampak bingung, mungkin dia sedang menerka siapa si pemberi kartu misterius itu? Ah! Entahlah. Tiba-tiba aku panik, merasa bodoh dan menyesal kenapa harus aku tulis inisial segala. Duh! Bodohnya aku! Bagaimana kalau nanti dia curiga?

Jantungku mau copot. Sepulang sekolah, tiba-tiba dia menepuk pundakku saat berjalan keluar kelas. "Galih. Selain kamu, rasanya inisial G di angkatan kita ngga banyak deh. Kalau yang laki-laki tuh siapa aja ya?". Dug! Rasanya wajahku bagai dihantam sarung tinju. Dengan pura-pura bodoh aku malah bertanya, "Wah. Harus lihat daftar nama siswa dulu. Emang kenapa?". Dia tersenyum, dan menunjukkan kartu itu ke wajahku. Aaaarrrggghhh!!! Kurasakan mukaku memanas dan aku tak sanggup lagi berkata. Dia seperti heran dengan ekspresi anehku yang menjadi norak seketika, dan bilang, "Kamu kenapa, sih? Kok lebay gitu reaksinya? Aku cuma nanya, siapa aja cowok di angkatan kita yang inisial G? Jadi aku bisa menduga-duga siapa diantara mereka yang kirim kartu ini".

Ya benar juga sih. Tak seharusnya aku sepanik itu. Dia ngga mungkin menduga bahwa inisial G itu adalah aku, kan? Fokusnya adalah cowok-cowok. Titik.


~ Wil Twilite ~
Rabu, Oktober 03, 2018

Jika Perlu Alasan Mencinta

Mengamati bahasa tubuh dan caramu bertutur pada setiap moment yang kita habiskan, dalam kebersamaan yang privat maupun ketika kita tengah berada diantara orang-orang yang kita kenal. Aku selalu memperhatikan dengan seksama, kamu.

Dan semakin bertambah kekagumanku seiring semakin matangnya pribadimu. Cara bicara dan sikapmu yang semakin anggun. Ah, mengapa aku semakin jatuh cinta kepadamu?

"Kamu terlalu berlebihan memujiku", ujarmu.

Tidak. Bukan seperti itu. Aku hanya menyampaikan seperti apa kamu dimataku. Itulah sebabnya aku tidak pernah ingin berpaling darimu. Dan tidak akan pernah bisa.

"Jadi itu alasan kamu cinta sama aku?", tanyamu.

Perempuan kesayangan, cinta tak pernah memerlukan alasan apapun. Namun barangkali bisa dikatakan demikian, jika perlu alasan mencinta.

~ Wil Twilite ~
Kamis, September 20, 2018

Dekat

Kedekatan itu tak dapat dipaksakan. Bila Allah berkehendak untuk mendekatkan dua hati, maka rintangan apapun akan luruh. Sebaliknya, sekuat apapun daya dan upaya dua hati ingin saling mendekat, bila bukan itu takdirnya, maka akan sulit untuk menyatu. Wallahualam.

Ilmu ikhlas-MU sungguh berat, Yaa Rabb. Sekali lagi hamba berusaha untuk lulus ujianmu tentang hati. Maka semoga Engkau perkenankan hamba untuk lulus. Amin.

Rasa ini sungguh seperti air. Mudah sekali ia berubah mengikuti ruang tak menentu. Kadang terbawa arus, kadang melawan arus. Kadang aku hanya ingin mengalir saja.

Lepaskan aku dari himpitan rasa ini, Yaa Rabb. Adakalanya aku tak sanggup menjalani sakitnya yang sesakkan dada ini, berulang kali. Dan lelah pula didera hawa nafsu yang memburu. Kadang begitu sulitnya untuk kujinakkan.

Jika sayang, maka akan abadi. Jika nafsu sesaat, maka waktu akan menciptakan jaraknya sendiri. Bukankah demikian?

Dan semua ini bagai misteri yang masih tersembunyi di lipatan takdirku dan takdirnya. Aku percaya, Engkau telah tuliskan kisah yang terindah untuk kami. Aku percaya kelak semua ini memiliki makna tersembunyi yang teramat manis. Insya Allah.

Wil Twilite
~diantara lantun tadarus menjelang adzan isya'
Jumat, September 07, 2018

Minyak Goreng Diskon

Teringat salah satu kunjunganku ke kota sang mantan. Saat itu dia sibuk mengajakku untuk buru-buru menuju bandara, padahal penerbanganku masih lama. Flight terakhir.

"Ini masih siang banget, lho. Mau ngapain kita di bandara seharian?", tanyaku.

"Di Superindo arah bandara itu sedang ada promo minyak goreng. Aku mau mampir dulu beli itu". Jawabnya santai.

"Hah? Harus banget hari ini, gitu?", tanyaku heran.

Sejenak ia diam tak menjawab. Kulihat rona wajahnya memerah. "Aku tuh dari dulu pengen banget belanja di supermarket ditemani kamu. Tapi kan setiap kamu ke kotaku, kita selalu punya agenda lain. Kali ini aku ingin merasakannya, belanja sambil ditemani kamu, mau kan nemenin aku?".

Sejenak aku speechless. Ya ampun dia masih memikirkan hal ini yang dulu sering aku candain ke dia sebelum kami menjadi mantan. Ingatanku pun memanggil memori itu. "Kapan-kapan aku mau kok nemenin kamu belanja bulanan". Ujarku saat itu. "Yakin kamu ngga akan bosan? Mau pegangin trolinya buat aku?", tanyanya saat itu. "Jangankan troli. Kamunya aku pegangin sampai selesai juga aku mau kok".

Aku menghela nafas. Kenangan itu tak hanya sekedar membuatku tertegun, namun diam-diam aku merindu kebersamaan kami yang dulu. Ah, betapa aku merindunya sebagai kekasih hati.

"Wil, kita udah sampai. Kamu kelamaan deh bengongnya. Apa ngga rela ya nemenin aku beli minyak goreng?", suaranya buyarkan lamunanku.

"Oh.. udah sampai, ya? Ayo..", aku langsung membuka pintu mobil, kemudian berjalan mengikuti langkahnya.

Dia baru saja mengulurkan tangan hendak mengambil troli, namun aku sudah mendahuluinya. Ia kaget dan bertanya, "Kamu mau beli juga?".

Aku tersenyum. Tangan kiriku memegang gagang troli, tangan kananku memberinya isyarat untuk langsung memasuki area pertokoan. Ia tersenyum simpul dan memahami apa yang kumaksud, seraya berjalan memunggungiku. Aku pun segera mensejajarkan langkahku dan berbisik manis di telinganya, "Aku pernah janji temani kamu, dan bawakan troli selama kamu belanja. Dan hari ini aku ingin tuntaskan janji itu". Ia hanya melirik sekilas dengan senyuman yang tak dapat kutuliskan dalam untai aksara. Lalu kami tenggelam dalam rak-rak yang menyajikan berbagai kebutuhan rumah tangga itu.

Seandainya setiap janji yang masih tertunda, menemui masanya dalam lorong waktu untuk diwujudkan. Bolehkah?

~ Wil Twilite ~
Minggu, September 02, 2018

Stay

Mungkin, aku harus mulai belajar mengikhlaskan bahwa semua sudah berlalu. Sekian lama waktu yang telah tercuri. Kehadiran orang lain setelahnya. Tentu semua tak lagi sama. Hati dan rasa seperti air, dapat berubah.

Meski kamu selalu di hati. Meski kamu tetaplah seseorang teristimewa. Aku pun harus memahami bahwa aku bukan lagi satu-satunya dalam hati dan ingatanmu. Tentang cinta yang selalu kujaga, tentang rasa yang tak pernah berubah, mungkin hanya sesuatu untuk ku simpan dalam diam.

Cinta ini begitu dalam hingga aku tersenyum dalam sakitnya. Hingga aku hanya ingin tinggal, meski hati ini rapuh dalam bimbang mu menakar diantara pekat dan cahaya.

Saat ini aku hanya ingin menggenggam kedua tanganmu. Menguatkan sekali lagi dalam rapuhmu. Meski aku sendiri melemah karena cinta ini yang sudah berubah warna.

Percayalah... kali ini ku akan tetap tinggal...

~ Wil Twilite ~
Minggu, Agustus 19, 2018

A Woman Who Reads

"Kamu suka membaca?"
"Nggak. Kenapa?"
"Nggak apa-apa. Nanya aja."

Aku sulit untuk merasa tertarik dengan perempuan yang tidak suka membaca. Entah mengapa.

Dan aku bisa jatuh hati pada perempuan yang suka menulis, lewat untai aksara bersayapnya. Kalau suka menulis, sudah pasti ia suka membaca.

"A woman who reads are dangerous creature." Aku percaya itu. Dan wanita yang menantang tentunya jauh lebih menggairahkan. Bukan begitu...?

~ Wil Twilite ~

Selasa, April 17, 2018

Menjadi Baik



Ketika komunikasi hanya sebatas untai aksara yang menari, tanpa ekspresi lepas. Bagaimana zaman telah bergulir menggeser kedekatan menjadi jauh, dan tidak sebaliknya...?

Terkadang manusia memaksakan kehendak atas sesuatu. Mengungkapkan gulir paradoks yang tidak pada tempatnya. Entahlah. Mungkin akal sehat sudah terkontaminasi oleh polusi peradaban.

Aku hanya ingin menjadi baik, tanpa merusak tatanan. Dan aku tak berkenan untuk kau usik, pun sesiapa.

Bolehkah...?


~ Wil Twilite ~
Selasa, Maret 06, 2018

Ketika Pasangan Harus Menikah

Menikah. Sesuatu yang sangat ditakuti pagi pasangan L. Entah karena desakan orang tua atau alasan lainnya, begitu banyak hubungan L yang pada akhirnya kandas di tengah jalan karena salah satu, atau bahkan keduanya, harus dihadapkan pada kondisi ini, menikah.

Apa yang harus dilakukan? Kabur ke luar negeri demi mengejar kebahagiaan berdua? Boleh-boleh saja. Sebab hidup adalah pilihan. Namun, bagi saya pribadi yang masih hidup dalam keluarga yang menjunjung tinggi norma-norma ketimuran, dan tentu saja stay in the closet, sampai kapan pun ngga akan coming out sama keluarga, so I have a different persective.

Aku akan membiarkan pasanganku untuk menikah. Meski harus berdarah-darah, aku tidak akan menahannya untuk kumiliki sendiri, sementara ia ada keluarga yang sudah bersamanya semenjak jauh sebelum kami berjumpa. Alih-alih upaya untuk kembali kepada kodrat. Untuk menikah, dan meneruskan keturunan keluarganya, atau alasan lain apalah-apalah.

Katanya cinta, kenapa harus dilepaskan? Jangan salah. Ujian terbesar dalam cinta adalah melepaskan, bukan menahan kekasih untuk selalu jadi milikmu. Cinta itu masalah hati. Pernikahan itu mengikat secara hukum, tapi hati tetaplah milik yang dicinta. Pada dasarnya berpisah karena harus menikah atau berpisah karena alasan-alasan lainnya, sama saja. Ujian untuk melepaskan cinta. Maka bila ia memang takdirmu yang sejati, cinta memiliki sifat untuk selalu kembali.

Hubungan percintaan L itu tidaklah lebih atau kurang dengan hubungan percintaan hetero. Jika menyangkut hati dan perasaan, tak pernah mengenal jenis kelamin. Hetero pun bisa putus walau masih saling cinta, bisa karena orangtua tak restu atau alasan lainnya. Bahkan yang menikah pun bisa bercerai.

Intinya, tak ada yang salah dengan perpisahan. Sebab pada akhirnya selalu ada persimpangan di setiap langkah. Bukan tak mungkin ketika kita sudah sama-sama menikah, malah hubungan dengan sang mantan kekasih L bisa lebih syahdu nantinya. Kehilangan itu terkadang hanya masalah waktu untuk diberikan yang lebih baik. Aku percaya itu.

~ Wil Twilite ~

Sabtu, Februari 24, 2018

Senja

Senja meronakan wajah langit, seperti tersipu. Semilir angin, lambaikan pepohonan diantara pasir pantai dan debur ombak. 

Langkah yang telanjang, menyusur di sepanjang tepian laut yang menderu. Tatap yang kosong, jiwa yang hampa, hati yang beku. Tak ada tempat ku tuju. Hanya langkah gontai yang tersesat.

Kilas balik jejak-jejak usia bergulir di ingatan bagai tayangan dokumenter usang ditelan peradaban. Waktu terus melaju namun seolah jiwaku terhenti dalam pusarannya yang entah di belahan bumi bagian mana.

Terkatung-katung terus kubawa langkah ini ke depan. Meski tanpa arah. Meski tanpa tujuan. Akan ku pastikan langkah ini tetap beranjak meninggalkan jejak-jejak masa lalu.

Semoga di depan sana ada secercah cahaya menuntunku. Dan Rabb-ku, tak pernah meninggalkanku dalam kondisi paling hampa sekalipun. Aku percaya itu.

~ Wil Twilite ~
Sabtu, Februari 17, 2018

Tentang Kopi

Bagiku, kopi itu minuman yang sangat personal. Enggan kubagi dengan sesiapa. Mungkin, membagi sesapnya dengan bibirmu bisa jadi pengecualian...?

Berkenankah bila ku rayu...? Namun jangan dulu jatuh cinta padaku. Sebab hati ini tak setia. Pada waktu pun ia kerap berkhianat menelusuri jejak masa lalu. Padamu...? Entahlah... Entah nanti...

~ Wil Twilite ~
Rabu, Februari 07, 2018

Jembatan

Ketika pulau kita yang saling berseberangan tak memiliki
jembatan untuk dilalui, maka itu tak pernah menjadi masalah pada zaman yang memiliki mesin pemintal waktu.

Burung besi siap mengantar dengan sayapnya. A very short flight that doesn't worth the delay. That's why I always choose the number one flight to your city.

Aku enggan menunggu. Membiarkan waktu melambat perlahan dalam ketiadaan yang hampa. Setiap detik bagai menghitung kebersamaan 'tuk dikekalkan waktu.

Kamu menunggu. Di tempat yang sama. Aku datang kembali. Lagi dan lagi. Meski langkah sempat terhenti dalam keragu-raguan yang mengusik benak. Kemudian kamu kembali bacakan mantra sihir itu. Sekejap saja kelebat bayangmu menguasai sepenuhnya ruang di kepalaku.

~ Wil Twilite ~
Senin, Januari 29, 2018

Bukan Pandora

Aku menyukai perbincangan denganmu. Selalu membuka pemikiran, dan membuatku menatap masa depan dengan lebih jernih. Ada kekuatan dalam kata-katamu yang kerap menggetarkan akal dan nuraniku. Ada sentuhan lembut yang mampu menyelusup dalam ruang kalbu.

Kamu, yang menyentuhku lewat kata, suara, dan lewat caramu menatapku.

Ruang hati yang enggan disinggahi sesiapa. Tak pernah setelah kamu, melainkan hanya mondar-mandir di berandanya saja.

Pintu yang terkunci. Kamu menggenggamnya. Menyembunyikannya di lipatan hatimu. Dan aku membiarkannya.

Janji itu... penutup kisah yang sempurna... semoga belumlah terlambat untuk menyempurnakannya... sekali lagi langkah ini meluruh...

Selubung kesunyian memeluk diamku. Adakalanya bahasa tak memerlukan aksara maupun lisan yang percuma.

~ Wil Twilite ~

Darkness

Mind: You keep yourself in the dark room of your soul. You've drown to your own darkness.

Heart: Am I...?

~ Wil Twilite ~