Minggu, Oktober 09, 2016

Komitmen

Ada banyak faktor yang membuat seseorang enggan, belum mau, atau bahkan tidak ingin membuat komitmen dengan seseorang yang sedang dekat dengannya.

Menurutku, jika istilah "komitmen" itu terdengar atau terasa begitu berat dan seriusnya, dengan berbagai konsekuensi serta resiko yang menyertainya, mungkin kita bisa menggantinya dengan istilah "aturan main".

Begini. Fine, jika dia menyatakan belum siap atau apapun alasannya, untuk berkomitmen, tapi kalian berdua sudah menjalani hubungan selayaknya orang yang sedang berpacaran, seperti saling memberi greeting setiap pagi, mengingatkan tiap waktu makan tiba, ngobrol berjam-jam di telepon atau setiap kali bertemu secara langsung, menikmati setiap sentuhan yang terjadi, hingga mengucapkan selamat tidur setiap malam, dan masing-masing sama-sama tidak sedang dekat dengan perempuan lain.

Friend Zone semacam ini sangat rentan bahkan di dunia hetero seksual sekalipun, apalagi di dunia L. Karena wanita, sejatinya membutuhkan kejelasan dan kepastian. Jika tidak ingin hal itu disebut komitmen, tetap perlu ada "aturan main" yang jelas. Dibicarakan dari hati ke hati, memastikan bahwa dasar hubungan ini adalah perasaan saling membutuhkan. Aturan main di sini sebenarnya demi untuk menjaga apa yang telah terbina, ketika komitmen dianggap merupakan suatu tahapan yang lebih tinggi dan terkesan serius.

Padahal, menurutku, apa sih beratnya komitmen, ketika kita satu sama lain telah saling memahami situasi dan kondisi yang ada, dan bisa menerima segalanya? ada begitu banyak kisah percintaan L, di dunia timur maupun barat, dalam berbagai usia, tak peduli mereka ABG yang masih mencari jati diri, mereka yang usia 20's, 30's bahkan 40's yang memiliki hubungan berlandaskan komitmen, sudah bertahun-tahun menjalin hubungan bahkan sudah tinggal bersama, adopsi anak, dll. Toh masih bisa kandas di tengah jalan.

So, kenapa harus takut dengan komitmen? Takut mengikat, terikat, dan diikat? Apakah komitmen itu mutlak akan mengikat hubungan percintaan sampai mati? Jangankan untuk kalangan homoseksual, komitmen dalam pernikahan heteroseksual pun, yang sudah dilindungi dan diatur oleh undang-undang, masih bisa bercerai.

Mari kita sama-sama renungkan lebih dalam hakikat komitmen ini, secara personal kepada diri kita masing-masing. Sejauh mana hubungan kita dengan someone special memerlukan yang namanya komitmen?

~ Wil Twilite ~

Tidak ada komentar: