Selasa, Mei 31, 2011

pengembaraan


langkah kian jauh,
dan jiwa hampir sampai
di tapal batas keletihan
menanti, entah siapa...

sepi dan sendiri, merantai hati
yang kian lelah berdetak
mencari-cari, entah siapa...

pikiran kian meradang,
dalam angan-angan
yang mulai melukiskan seraut wajah, entah siapa...

‘kan kubiarkan hati,
bersama jiwa dan pikiran,
untuk berbaur sejenak dalam satu jeda

barangkali dalam satu titik sunyi,
pengembaraan ini akan mengantarkanku,
lebih mudah menemukan kearifan,
dan kian bijak dalam menentukan langkah...


~ Wil Twilite ~
Rabu, Mei 25, 2011

Anti Cewek Tomboy


Perusahaan tempatku bekerja, baru saja menerima lima orang karyawati baru untuk ditempatkan di beberapa divisi. Kebetulan aku kebagian tugas untuk memperkenalkan lingkungan kantor kepada mereka, dengan mengajak mereka berkeliling dan memberikan sekilas info berkenaan dengan fungsi-fungsi tiap divisi dalam perusahaan, sambil memperkenalkan mereka kepada setiap orang, untuk mempermudah mereka kelak menjalin komunikasi internal.

Selama dua minggu berjalan, cukup intens juga aku berkomunikasi dengan mereka. Dan, diantara mereka berlima, ada satu orang yang paling pemalu, namanya Rica. Kalau aku perhatikan, dia sering banget curi-curi pandang ke aku, tapi tiap ada moment untuk berkumpul bareng teman-temannya yang lain, Rica selalu memilih posisi yang paling menjaga jarak denganku. Aku sempat mikir, apa aku ini nakutin...? Kok, perasaanku, teman-temannya yang lain malah rebutan mau dekat-dekat aku. Bukan soal GR atau apa, emang kan semakin dekat, semakin menyimak semua pesan-pesan sponsor seputar perusahaan yang aku sampaikan, toh...? Hihihi...

Setelah masa perkenalan usai, mereka ditempatkan sesuai dengan aplikasi posisi masing-masing. Rica ditempatkan pada divisi yang berbeda denganku. Kami sering berpapasan, Rica selalu hanya tersenyum setiap kali kami berpapasan, tidak pernah disertai basa-basi seperti misalnya, “Dari mana, mau kemana...?”, “Udah makan belum, Kak...?”, dll, dsb (*ngarep banget yah kesannya*). Lama-lama aku terheran-heran juga dengan sikap Rica yang menurutku aneh. Tapi ya sudahlah, terserah dia. Prinsipku, kantor ya kantor. Nothing personal.

Waktu pun berlalu, sudah enam bulan mereka bekerja di perusahaan. Suatu pagi, aku sedang mainan facebook di kantor, mumpung masih sepi, hehehe... Aku update status, “Kangen Sate Khas Senayan, deh...”. Dan, aku kaget, untuk pertama kalinya Rica ikutan comment di statusku, “Kesana yuk, Kak...?”. Aku sampai baca berulang-ulang, apa benar itu Rica yang comment...? Whatever, setelah ada beberapa comment lain yang masuk, barulah aku me-reply sekaligus dengan jawaban yang standar-standar aja. Tiba-tiba, masuklah pesan di inbox-ku. Dari Rica, “Kak, nggak mau nih, aku traktir Sate Senayan...?”. Aku yang masih terheran-heran akhirnya membalas, “Hahaha, emang serius mau traktir aku...? Dalam rangka apa, nih...?”. Rica menjawab, “Ngga dalam rangka apa-apa, emangnya harus ada occasion tertentu yah, ngajak Kak Wil makan...?”.

Singkat cerita, siangnya kita berdua makan bareng di Sate Khas Senayan Menteng. Tadinya mau kesana barengan dari kantor, tapi ternyata, sebelumnya aku harus mengurus sesuatu di luar kantor, dan kita janjian bertemu di sana. Aku tiba duluan. Sepuluh menit kemudian Rica datang, dengan senyuman khasnya. Duh, kenapa aku malah jadi deg-degan ngga jelas liat senyumnya. Hihihi.

“Sorry lama, Kak... Agak macet juga jam makan siang gini...”, ujarnya sambil duduk di bangku di hadapanku.

“Ya, ngga apa-apa. Aku juga belum lama, kok...”

“Kak Wil udah pesan, belum...?”

“Baru pesan minum aja, nungguin kamu...”

“Duh, jadi enak nih, aku ditungguin...”

Prolog berlanjut seputar pekerjaan dan kantor, sambil makan. Lalu aku bertanya tentang keherananku yang tiba-tiba ditraktir dia, “Ngomong-ngomong, gimana ceritanya kamu tiba-tiba ngajak aku kesini...?”.

Dia menatapku sejenak dengan tatapan aneh dan tersenyum, lalu menjawab, “Hmmm, sejujurnya sih, aku cuma pengen liat wajah Kak Wil dari dekat aja...”

Gubraaaakk...!! Alasan macam apa pula itu...? Spontan mataku terbelalak kaget, diikuti tawanya yang renyah, membuatnya terlihat semakin cakep. Apaseeeehhh...?! Hehehe...

“Aku serius, Kak. Aku tuh sejak awal merhatiin kakak, gayanya tomboy banget gitu. Jujur, aku pernah trauma sama cewek tomboy. Makanya aku mungkin terlihat agak jaga jarak kan, sama Kak Wil. Karena aku takut, Kak...”, ujarnya.

“Takut...? Takut kenapa kamu...?”, tanyaku menyelidik. Rica menghela nafas panjang, sekilas matanya menerawang jauh. Hingga akhirnya dia bercerita.

“Dulu, ada teman SMA yang tomboy, kita dekat banget deh, kemana-mana berdua. Lulus SMA, kita nerusin kuliah juga ditempat yang sama. Aku yang manja, dia yang protektif, klop banget gitu deh. Awalnya aku nyaman-nyaman aja, sampai akhirnya beredar rumor di kampus, kalau kami pasangan lesbian. Aku ngeri banget dengar kata ‘lesbian’, Kak. Bagiku, itu istilah yang sangat menakutkan. Saat aku coba bahas sama dia, dia malah nunjukin sikap yang aneh".

"Suatu saat aku bertanya sama dia sambil dalam konteks bercanda, “Jangan-jangan, kamu yang lesbian, ya...? Soalnya gayamu itu kan tomboy banget. Sikapmu ke aku itu mungkin bikin semua orang melihat kita kaya orang pacaran. Eh, aku benar nggak, sih...?”. Lalu aku senggol bahunya, saat itu kami sedang duduk samping-sampingan di kantin kampus sambil makan. Reaksinya mengejutkanku, Kak. Dia berdiri, dan menjawab pertanyaanku sambil teriak-teriak, mana kantin pas lagi rame, jam makan siang gitu. Katanya, “Iya gue lesbian, terus kenapa emang...? Elo juga selama ini pura-pura bego apa bego beneran sih, elo ngga nyadar-nyadar sama sikap gue. Selama ini gue ngerasa, sikap lo itu merupakan respon atas sikap gue. Artinya, lo sebenarnya juga nunjukin kalo elo membalas perasaan gue. Gue emang sayang dan cinta banget sama elo. Sekarang, berhubung udah terlanjur banyak yang curiga sama hubungan kita, mendingan lo jujur, apa lo juga merasakan hal yang sama dengan gue, Ca...?”.

“Aku benar-benar syok dengan pernyataannya. Dan semua mata memandang ke arah kami sambil bisik-bisik. Mukaku merah padam menahan malu, Kak. Maluuuuu aku dengan sikapnya yang norak dan kampungan itu. Lalu aku ikut berdiri, telunjukku mengarah ke wajahnya, terus aku bilang, “Gue jijik sama kelakuan elo. Mulai sekarang jangan pernah elo dekat-dekat gue lagi. Gue bukan lesbi. Gue masih doyan sama cowok. Selama ini gue cuma anggap elo teman. Ngga nyangka gue, elo berani lakuin semua ini ke gue yang udah jadi teman lo sekian lama. Makasih buat semua penghinaan lo ini, gue ngga akan pernah lupain”. Lalu aku ngeloyor pergi, meninggalkan dia yang terbengong-bengong sendirian. Aku nangis Kak, di toilet kampus. Maluuuuu. Sejak saat itu, aku anti cewek tomboy. Untuk alasan apapun, aku ogah berdekatan dengan cewek tomboy lagi”.

Aku terdiam sejenak mendengar penuturannya. Sepertinya aku bisa ikut merasakan perasaannya. Malu, itu sangat jelas dan pasti. Barangkali, aku juga akan melakukan hal serupa jika berada di posisi Rica waktu itu. Menyelamatkan muka dihadapan orang banyak. Si cewek tomboy itu terlalu ekstrim dalam menyikapi pertanyaan Rica. Entah bagaimana sesungguhnya yang dirasakan Rica dari hatinya, aku tak pernah tahu. Pastinya, sekarang aku mengerti mengapa Rica bersikap menjaga jarak denganku sejak awal.

“Lalu, setelah itu bagaimana...?”, tanyaku memecah keheningan yang sempat melintas diantara kami.

“Aku malu, Kak. Awalnya aku pengen nggak datang ke kampus untuk sementara waktu karena malu. Tapi aku pikir-pikir lagi, hal itu malah akan menimbulkan gosip yang semakin jelek tentang aku. Aku takut dikiranya aku beneran lesbian. Jadi, aku beranikan diri tetap kuliah seperti biasa. Teman-teman ternyata banyak yang bersimpati padaku. Mereka anggap aku korban. Dan bagiku, pendapat yang demikian sangat menguntungkanku, secara harga diriku yang udah dipermalukan sama dia. Aku biarkan mereka terus berfikir kalau aku korban, karena saat itu aku memang merasa demikian. Kak Wil tahu, ternyata itu hari terakhir dia kuliah. Dia ngga pernah muncul lagi. Entah dia berhenti kuliah atau pindah, atau gimana, aku ngga pernah tahu dan juga ngga mau tahu. Aku benar-benar hapus dia dari hidupku. Sampai sekarang”.

“Lalu, apa yang membuatmu akhirnya ngajak aku makan disini...?” (pertanyaan ngaco dan ngga nyambung, hihihi... Rica aja langsung natap aku heran, terus tertawa geli).

“Ya, emang aku juga ngga ngerti kenapa, Kak. Sejak peristiwa itu, aku seperti memusuhi semua cewek tomboy sejagad raya. Seiring semakin matangnya cara berfikirku, aku rasa ngga adil juga sikapku itu. Aku sering menemukan cewek tomboy yang kujauhi ternyata benar-benar hanya ingin berteman murni, dan mereka kecewa atas sikapku yang ngga sopan. Kadang aku kena batunya, malu ketika ternyata ada saat-saat aku membutuhkan orang-orang itu, tapi aku kadung jutek sama mereka, jadinya malu deh mau minta tolong. Dan seperti orang yang terkena kutukan, kemana pun aku pergi, pasti deh, ada aja cewek tomboy sliweran dimana-mana. Hahahaha. Aku berfikir, sampai kapan aku bisa menghindari mereka, Kak...? Aku mulai bertekad, untuk memulai suatu hubungan yang positif dengan seorang cewek tomboy, seperti hubungan pertemanan atau hubungan kerja yang baik. Dan momentumnya, bertepatan dengan tekadku itu, aku bertemu Kak Wil di hari pertama aku menginjakan kaki di kantor. Aku mengamati kakak dengan hati-hati. Aku jaga jarak, karena aku takut kalau berhadapan wajah terlalu dekat dengan kakak, aku masih belum bisa mengendalikan sikap ‘anti cewek tomboy’-ku itu. Hehehe. Aku juga penasaran pengen lihat wajah Kak Wil dari dekat, dan akhirnya sekarang kesampaian juga, deh...”

“Caaapeeedeeehh. Dasar kamu ini. Terus, sekarang, udah ngga 'anti cewek tomboy' lagi, kan...? Setelah kamu bicara dengan aku yang penuh pesona ini...?”, candaku. Rica tertawa geli. Dan akhirnya suasana mencair dengan sendirinya.

Kalau dipikir-pikir aneh juga sih bisa ada orang yang ‘anti cewek tomboy’ macam Rica ini. Tapi mendengar pengalamannya yang seperti itu, keparnoannya cukup beralasan. Menurut Rica, hikmah dari kejadian itu telah menjadikannya jauh lebih mandiri. Dulu, ia memang sangat ketergantungan berat sama si tomboy. Selain karena memang Rica-nya yang manja, si tomboy juga selalu rela melakukan apa saja buat Rica. Semenjak si tomboy pergi dari hidupnya, Rica mulai membiasakan melakukan segalanya sendiri.

Duh, makanya cewek-cewek kece di luar sana, macam Rica... Manja boleh, tapi jangan berlebihan yaaaww... Apalagi sama sesama teman perempuan yang tomboy... Hehehehe... *pesan-pesan sponsor yang ngga jelazt*


~ Wil Twilite ~

*) kisah ini merupakan perpaduan antara nyata dan fiksi ^^
Kamis, Mei 19, 2011

Bagaimana caranya seorang homoseks berubah...?


Bagaimana caranya seorang homoseks berubah...?

Ia tidak dapat...!!

Banyak dari kaum homoseks yang telah mencoba untuk bebas dari tekanan sosial. Pada kenyataannya tidak seorangpun berhasil. Sebagaimana faktor biologis menjadi lebih jelas, lebih mudah lagi sekarang untuk memahami mengapa hal ini menjadi mitos bahwa seseorang dapat merubah orientasi seksualnya.

Orientasi seksual ini terlalu mendasar dalam diri kita untuk dapat diubah. Anda tidak dapat merubah seorang homoseks menjadi seorang heteroseks, atau kebalikannya...!!! Ada saatnya seorang psikiater menggunakan terapi elektro-shock. Hasilnya sama saja dengan metode cuci-otak. Walaupun demikian, percuma. Sekarang ini, pengobatan seperti itu dianggap tidak etis dan sebuah bentuk penyiksaan.

.............................

Apa yang bisa dilakukan oleh seorang psikiater...?

Mereka tidak dapat mengubah orientasi seksual siapapun...!!

Tapi sebagian kecil dari kaum homoseks memperoleh keuntungan dari penyuluhan dan bantuan para ahli. Mereka adalah orang-orang yang merasakan beban berat dari tekanan sosial, depresi, dan bahkan berada dalam tahap awal bunuh diri. Para ahli dapat membantu mereka menyadari situasi ini dengan cara yang lebih positif, dan memperbaiki kepercayaan diri mereka. Bagaimanapun juga, mayoritas terbesar kaum homoseks tidak membutuhkan bantuan para ahli. Mereka dapat beradaptasi dengan baik, sangat percaya diri. Secara psikologis, mereka dapat mengatasinya dengan baik meskipun banyak sekali prasangka dan diskriminasi yang dialami dalam lingkungan hidup mereka.

.............................

Bagaimana saya bisa membujuk mereka untuk lebih sering berbaur/bergaul dengan lawan sejenis...?

Mengapa anda ingin membujuk seorang homoseks untuk lebih bergaul dengan lawan jenis...? Apakah Anda berharap ia akan berubah menjadi heteroseks...? Seperti yang telah tertera di atas, orientasi seksual tidak dapat dirubah.

Dengan berusaha "membujuk" seorang homoseks untuk melakukan ini dan itu, Anda menunjukkan ketidak-percayaan terhadap hak pilih seseorang untuk memilih teman-temannya secara bebas. Apakah Anda ingin pula ditekan oleh orang lain untuk melakukan sesuatu yang bagi Anda sendiri tidak menarik...? Anda akan menganggap hal itu sebagai gangguan/paksaan yang tidak dapat dibenarkan.


*) sumber : Google

Pada saat umur berapakah seseorang menjadi homoseks...?


Kembali, sebuah pertanyaan sesat. Tak seorangpun "menjadi" homoseks. Kebanyakan seorang homoseks melaporkan bahwa ia menyadari bahwa dirinya homo pada saat usia remaja. Jumlah yang lebih kecil dilaporkan bahwa mereka telah menyadari bahwa mereka berbeda dari teman-temannya sejak usia 9 atau 10, walaupun pada usia tersebut, mereka belum dapat mengistilahkan perbedaan tersebut.

Selain itu, ada pula beberapa kaum homoseks yang menekan/menyembunyikan keadaan mereka selama bertahun-tahun. Sebagian dikarenakan tekanan sosial yang memaksa mereka untuk menghindar, dan kurangnya informasi di lingkungan mereka tinggal. Besar kemungkinan mereka akan menikah dan memiliki anak. Tetapi pada suatu waktu dalam hidup mereka, akan disadari bahwa mereka ternyata tidak merasa tertarik dengan lawan jenisnya, sementara ketertarikan terhadap sesama jenisnya tetap tidak bisa hilang. Pada saat itulah, akhirnya mereka menyadari kenyataan bahwa mereka adalah homoseks.

Bagi orang asing/luar rasanya hal demikian kelihatannya sebagai, wah orang itu tiba-tiba "berubah" menjadi homoseks. Pada kenyataannya, dia selalu sebagai homoseks, hanya saja ia mengingkari kenyataan itu sementara waktu.


*) sumber : Google
Rabu, Mei 18, 2011

Meradang Rindu


Mengapa rindu ini terasa kian meradang,
kadang ia menyerupai bayangan yang tak mau lepas..

Sekalipun pernah kucoba menikmati sensasinya
yang mampu menggetarkan jiwa,

Aku menemukan pemahaman bahwa,
cinta dan cemburu
yang bergumul dalam rindu yang meradang,
tak lain adalah reinkarnasi
dari kembar siam yang selalu dikalahkan usia..

..dari masa ke masa,
kedekatan mereka tak pernah mampu dikekalkan waktu..
Senin, Mei 09, 2011

perkenalan


... menyenangkan ...

hanya itu saja yang bisa aku tuliskan, untuk menggambarkan perkenalan melalui percakapan pertama kita hari itu

semoga saja, kita dapat berteman baik seiring dengan berjalannya waktu


Jabat Hangat,

- Wil Twilite -


*) dedicated to my new friend, A
Rabu, Mei 04, 2011

Janji


Aaaah... JANJI...
semua bullshit.....!!!

Saat TAKDIR berkata lain,
JANJI pun langsung tertiup angin

...takkan kembali...


:(


~ Wil Twilite ~