Mengawali
Ramadhan yang penuh rahmat, ternyata aku tidak salah memilih novel
#Rindu sebagai bahan bacaan. Sudah lama aku membelinya, namun novel ini baru mendapatkan gilirannya untuk kubaca, tepat di awal bulan penuh rahmat.
Ada banyak hal tak terduga di dalamnya. Begitu banyak pesan yang menyentuh sanubari. Kisah yang bersetting tahun 1938 di atas kapal bernama
Blitar Holland, mengajarkan begitu banyak tentang makna kehidupan.
Tere Liye mengajak kita menelusuri sejarah bangsa sebelum kemerdekaan, menelusuri Makassar, Surabaya, Semarang, Batavia (Jakarta), Lampung, Bengkulu, Padang, Banda Aceh, hingga Kolombo (Sri Lanka). perjalanan panjang sebuah kapal haji sebelum tujuan akhir yaitu Jeddah, Arab Saudi.
#Rindu di sini pun bukanlah rindu pada kampung halaman, orangtua, keluarga, atau kekasih, melainkan rindu yang lebih besar dari semua itu, yaitu rindu pada Rumah Allah, kota suci umat Islam.
Ada banyak konflik batin yang mendera para pemeran utama dalam kisah ini. Diantaranya
Daeng Andipati, seorang pedagang besar dari Kota Makassar. Pria muda yang kaya raya, berpendidikan tinggi, memiliki kehidupan yang nyaris sempurna. Ia ditemani istri dan dua putrinya,
Elsa dan
Anna (pas baca kedua nama ini tiba-tiba aku ingat film
Frozen, ups!). Dibalik segala kesempurnaan itu, ternyata ia menyimpan kisah kelam.
Anna, putri bungsu Daeng Andipati bisa dibilang tokoh utama dalam kisah ini karena ia ada dimanapun dalam cerita ini. Gadis kecil usia 9 tahun ini memiliki karakter periang, penuh rasa ingin tahu, sangat peduli pada orang lain dan sekelilingnya, lugu, namun cerdas. Mengingatkanku pada
lil' angel, puteriku.
Ada
Ambo Uleng sang pelaut dari Makassar yang mengikuti pelayaran untuk melarikan diri sejauh mungkin dari kenyataan pahit yang baru saja dialaminya. Pemuda biasa saja, sederhana, pendiam, tidak berpendidikan, namun banyak pengalaman di lautan, dan penuh kejutan dalam kisah ini darinya.
Dan sang ulama termasyur,
Gurutta Ahmad Karaeng yang merupakan tokoh panutan dalam novel ini. Ia adalah tempat bertanya bagi siapa saja, pengalaman hidupnya sangat matang di usianya sudah 75 tahun, dan sudah menjelajah ke berbagai tempat di muka bumi. Tak disangka, manusia yang nampak paling sempurna pun di mata manusia lain, memiliki konflik batin yang demikian besar.
Ada beberapa tokoh lainnya dalam novel ini yang konflik batinnya tak kalah menyentuh sanubari, namun aku tak akan merinci semuanya di sini. Silakan nanti kalian baca saja, ya. Intinya, perjalanan haji pada masa itu sangatlah berat, hanya orang-orang yang benar-benar mampu atau terpanggil saja yang dapat melaksanakannya. Memakan waktu berbulan-bulan mengarungi lautan, karena pada masa itu belum ada pesawat.
Aku hendak menyimpan beberapa
quote yang berkesan dari novel ini. Sebagai pengingat bagi diriku sendiri, dan mungkin juga dapat menyentuh siapa pun yang sempat singgah di blog ku dan membaca tulisan ini.
Tere Liye memang penulis yang brilian. Karya-karyanya begitu menggungah dan menginspirasi, dan satu lagi tentang
#Rindu, telah menambah kecintaanku akan Islam. Aku semakin bersyukur karena terlahir dalam keluarga Islam. Sungguh karunia yang sangat indah.
Ramadhan Mubarak,
~ Wil Twilite ~
---------------------------------------------------------------------------------------
"
Orang pendiam seperti kau ini kadang berbahaya. Tanpa disadari, kau telah membuat orang jadi banyak bicara."
Kita tidak pernah tahu akan bertemu dengan siapa dalam hidup ini. Orang-orang datang silih berganti. Ada yang menjadi bagian penting. Ada yang segera terlupakan.
Tidak selalu orang lari dari sesuatu karena ketakutan atau ancaman. Kita juga bisa pergi karena kebencian, kesedihan, ataupun karena harapan.
Semua kesibukan ini, pengalaman baru, tidak pernah mampu mengusir pergi kenangan itu.
"Apakah untuk menjadi penulis kita harus banyak membaca, Kakek Gurutta?" Elsa bertanya lagi, menatap hamparan buku.
"Tentu, Elsa. Jika kau ingin menulis satu paragraf yang baik kau harus membaca satu buku. Maka jika di dalam tulisan itu ada beratus-ratus paragraf, sebanyak itulah buku yang harus kau baca."
"Saudaramu sesama muslim, jika dia tahu, maka dia akan menutup aibmu. Karena Allah menjanjikan barang siapa yang menutup aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat."
Kita sebenarnya sedang membenci diri sendiri saat membenci orang lain. Kenapa kau memilih benci, sedangkan orang lain memilih berdamai dengan situasi di sekitarnya? Pikirkanlah!
Saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati.
#Rindu
Tere Liye