Selasa, Mei 16, 2017

Perang Melawan Ego

Selama ini kita cenderung menjauhi segala hal yang kita benci atau tidak kita sukai. Alih-alih untuk menghindari penyakit hati, mencari ketenangan, dan keinginan dari dasar hati untuk bahagia. Maka lebih baik kita tidak dekat-dekat dengan segala yang membuat kita merasa tidak nyaman, orang-orang yang memancarkan aura negatif, misalnya, atau orang-orang yang bersikap tidak baik kepada kita dalam keseharian. Untuk apa berdekatan dengan mereka? Kalau memang mereka tidak suka, kita (merasa) juga tidak butuh. Jadi, ya, jauh-jauh saja. Hidup tentunya akan lebih bermakna.

Namun akhir-akhir ini aku menemukan pemahaman yang sebaliknya atas rasa benci. Mengapa harus dipelihara? Mengapa kita harus membatasi diri sesempit itu? Mengapa kita membangun benteng yang tinggi atas kebencian dan rasa enggan menghadapi mereka yang kita benci dan (kita duga) membenci kita? Apakah benar dengan demikian kita akan merasa damai di hati? Tidakkah sikap yang demikian sesungguhnya sama saja dengan tinggi hati?

Suka dan benci adalah dua sisi, hitam dan putih. Memang Allah Yang Maha Membolak-balikkan Hati, namun kita juga memiliki kendali atas perasaan. Kita bisa menyukai atau membenci seseorang atau sesuatu, dan perasaan ibarat tanaman, dapat ditumbuhkan asalkan kita mau merawat dan rajin menyiraminya. Apakah kita mau berusaha menumbuhkan rasa suka itu?

Bersediakan kita mengubah persepsi yang selama ini terpatri di hati? Menurunkan ego untuk menyapa duluan seseorang yang selama ini begitu menyebalkan, dan senantiasa memancing emosi kita setiap kali berinteraksi dengannya? Seseorang yang begitu angkuh dan tidak mungkin mendekat duluan ke kita, berkenankah kita menurunkan ego untuk terlebih dulu menyapanya? Dengan segala resiko penolakan yang mungkin terjadi?

Mungkin terkesan memaksakan diri, awalnya akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, seperti secara sadar sedang merendahkan diri. Namun rasa benci harus kita lawan, demi tujuan yang mulia. Menguji ketahanan emosi dan menuju proses kematangan jiwa dan kedewasaan. Waktunya bergerak bukan semata atas dasar rasa suka atau benci. Tak kenal maka tak sayang. Sudah saatnya kita memaknainya lebih dalam. 

Seseorang pernah menyampaikan kepadaku, “Sekian lama kita lost contact, dan akhirnya kita bertemu kembali. Ada satu hal yang tidak berubah darimu, kamu tetap menulis. Aku tidak menemukan blog-mu terhenti sejak pertama kali, bertahun lalu aku mengenal kamu dari tulisan-tulisanmu”.

Kuncinya adalah, kita selalu punya waktu untuk hal yang kita sukai. Aku suka menulis. Tak peduli saat itu sedang tidak ada inspirasi, atau aku hanya menulis sekedarnya saja, tidak tajam atau sarat makna, pokoknya aku ingin menulis, sekalipun itu sekedar sebait perasaan atau sejumput pemikiran yang melintas, akan kutuliskan di sini. Kemudian perasaanku, dan pikiranku terbebaskan.

Aku menulis saat aku senang, sedih, bahkan marah. Menulis, bagiku, mengalirkan ketenangan tersendiri. Pun awalnya blog ini kubuat sebagai curahan isi hati, menulis untuk merelease perasaanku sendiri, untuk dibaca olehku sendiri. Namun seiring waktu blog ini memiliki pembaca, bahkan mendatangkan teman. Alhamdulillah.

Back to topic, intinya kita perlu meluangkan waktu, bukan sekedar untuk melakukan hal yang kita sukai, namun juga untuk berusaha mengalirkan rasa suka, pada apa yang sebelumnya kita benci atau tidak sukai. Memang tidak akan mudah. Jalan menuju kebaikan tidaklah dijanjikan mulus, kita akan menginjak kerikil tajam, atau bahkan tersandung dan terjatuh.

Perang terbesar dalam hidup adalah ketika kita harus melawan ego diri sendiri. Untuk membuktikan apa? Kepada siapa? Lakukan itu untuk diri kita, buktikan pada diri sendiri bahwa banyak hal di sekitar yang ternyata tak seburuk dugaan atau prasangka kita. 

Suka dan benci adalah perasaan. Yakinlah bahwa perasaan dapat dikendalikan, sebagaimana pikiran. Mari runtuhkan dinding tinggi yang menjulang bernama ego, mulailah membuka diri lebih luas dan lapang, ringankan langkah.

Kumpulkan keberanian dan besarkan hati untuk mendekat lebih dulu, untuk menerima, berusaha menyukai, atau paling tidak, lepaskan rasa benci yang pernah ada, tanpa syarat, tanpa perlu alasan apapun selain untuk membersihkan hati, jiwa, dan pikiran.


~ Wil Twilite ~

Tidak ada komentar: