Minggu, September 06, 2020

Ruang untuk Kenangan

Jika hati dan rasa dapat berubah, lalu apa yang abadi? Bahkan seiring laju usia, begitu banyak hubungan yang berubah. Hubungan dengan orangtua, keluarga, sahabat, pertemanan, apalagi hubungan kerja atau yang hanya berlandaskan kepentingan semata. Istilahnya, tak ada kawan atau lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Mungkin, perjalanan hidup semakin membuktikan hal itu, mungkin.


Berbahagialah orang-orang yang hingga usianya mendekati 40 tahun dan masih memiliki hubungan yang begitu manis dengan kedua orangtua atau salah satunya saja, dengan kakak maupun adik, saudara sepupu dan sanak famili lainnya. Pun berbahagialah orang-orang yang pada akhirnya seiring bergulirnya waktu, menemukan siapa sahabat sejatinya, diantara begitu banyak kawan yang selama ini kita anggap atau menganggap kita sahabat. Berbahagialah juga orang-orang yang dalam perjalanan karirnya menemukan kawan yang secara langsung atau tidak, secara sadar atau tidak, mengantarkan atau mendampingi perjalanan menuju kesuksesan karir.


Kemudian, apa yang tertinggal? Catatan perjalanan yang membentuk kenangannya sendiri. Sudah berapa lama kita melalui semua ini? Siapa saja orang-orang yang telah datang dan pergi dalam hidup kita? Siapa pun yang menorehkan luka dan bahagia, mereka tak terelakkan menjadi bagian dari kenangan, ketika mereka tak lagi kita perkenankan untuk terus berada di sisi langkah kita selajutnya. Hanya cukup menjadi bagian dari kenangan.


Lalu, patutkah, atau perlukan kita memberikan ruang untuk kengan-kenangan itu? Perlukah kita mengingat setiap luka pula, sebagaimana kita sering tersenyum bila mengingat kenangan manis saja? Tentunya kita dapat memilih hadirkan kenangan manis saja, bila kita kehendaki. Kita hanya butuh senyuman, penghiburan, dan pelipur lara dari semua itu. Namun, tak terelakkan kengan-kenangan getir itu pun seringkali muncul bersama kenangan-kenangan yang manis. Alasannya, tentu saja setelah kenangan manis itu usai atau berlalu, apa kemudian hal yang mengikutinya, yang menjadikannya berlalu? Ya, umumnya demikian.


Memberi ruang untuk kenangan bukanlah sesuatu yang seperti memberikan tempat bagi barang-barang agar tersimpan dengan baik dan memudahkan kita mencarinya tatkala kita membutuhkannya kembali. Ruang itu hampa, dan tiada memiliki batasan yang nyata. Apakah ruang itu gelap? Mungkin, karena cahayanya redup sebab merupakan sesuatu yang sesungguhnya sangat ingin untuk dapat kita lupakan. Dan, kenangan yang terang benderang? Itulah kenangan yang kan selalu menjadi alasan dan penguat bagi kita untuk terus melangkah ke depan.


Sejatinya, kita bukanlah diciptakan dari cahaya seperti malaikat. Kita hanyalah insan dengan sisi terang, sisi redup, bahkan sisi gelap yang terbentuk dari setiap langkah yang kita ambil sejak kita mulai menjalani hidup dengan pilihan-pilihan di setiap persimpangan jalan. Tak lepas pula dengan siapa saja kita telah berpapasan dan beririsan di daerah arsiran, dengan begitu banyak orang.


Mari terus melangkah, Jangan biarkan setiap kenangan muncul sesuka hatinya dan mengusik langkah kita ke depan. Berikan saja ruang yang cukup bagi mereka untuk tinggal. Ruang yang yang perlu kita pikirkan, apalagi terus menerus kita bawa. Sungguh itu hanya akan menjadi beban di langkah kita. Berdiamlah, wahai kenangan, di tempat yang telah disediakan. Janganlah pernah muncul tanpa diinginkan. Sebab kini aku telah memiliki perasaan dan pemikiran yang jaub berbeda dari sebelumnya, serta pengendalian diri yang lebih baik. Takkan kubiarkan diri ini larut dalam arus kenangan yang terlampau deras tak terbendung. Sssshhhhh... just be quite there, memories...


~ Wil Twilite ~

Tidak ada komentar: