Jumat, September 07, 2018

Minyak Goreng Diskon

Teringat salah satu kunjunganku ke kota sang mantan. Saat itu dia sibuk mengajakku untuk buru-buru menuju bandara, padahal penerbanganku masih lama. Flight terakhir.

"Ini masih siang banget, lho. Mau ngapain kita di bandara seharian?", tanyaku.

"Di Superindo arah bandara itu sedang ada promo minyak goreng. Aku mau mampir dulu beli itu". Jawabnya santai.

"Hah? Harus banget hari ini, gitu?", tanyaku heran.

Sejenak ia diam tak menjawab. Kulihat rona wajahnya memerah. "Aku tuh dari dulu pengen banget belanja di supermarket ditemani kamu. Tapi kan setiap kamu ke kotaku, kita selalu punya agenda lain. Kali ini aku ingin merasakannya, belanja sambil ditemani kamu, mau kan nemenin aku?".

Sejenak aku speechless. Ya ampun dia masih memikirkan hal ini yang dulu sering aku candain ke dia sebelum kami menjadi mantan. Ingatanku pun memanggil memori itu. "Kapan-kapan aku mau kok nemenin kamu belanja bulanan". Ujarku saat itu. "Yakin kamu ngga akan bosan? Mau pegangin trolinya buat aku?", tanyanya saat itu. "Jangankan troli. Kamunya aku pegangin sampai selesai juga aku mau kok".

Aku menghela nafas. Kenangan itu tak hanya sekedar membuatku tertegun, namun diam-diam aku merindu kebersamaan kami yang dulu. Ah, betapa aku merindunya sebagai kekasih hati.

"Wil, kita udah sampai. Kamu kelamaan deh bengongnya. Apa ngga rela ya nemenin aku beli minyak goreng?", suaranya buyarkan lamunanku.

"Oh.. udah sampai, ya? Ayo..", aku langsung membuka pintu mobil, kemudian berjalan mengikuti langkahnya.

Dia baru saja mengulurkan tangan hendak mengambil troli, namun aku sudah mendahuluinya. Ia kaget dan bertanya, "Kamu mau beli juga?".

Aku tersenyum. Tangan kiriku memegang gagang troli, tangan kananku memberinya isyarat untuk langsung memasuki area pertokoan. Ia tersenyum simpul dan memahami apa yang kumaksud, seraya berjalan memunggungiku. Aku pun segera mensejajarkan langkahku dan berbisik manis di telinganya, "Aku pernah janji temani kamu, dan bawakan troli selama kamu belanja. Dan hari ini aku ingin tuntaskan janji itu". Ia hanya melirik sekilas dengan senyuman yang tak dapat kutuliskan dalam untai aksara. Lalu kami tenggelam dalam rak-rak yang menyajikan berbagai kebutuhan rumah tangga itu.

Seandainya setiap janji yang masih tertunda, menemui masanya dalam lorong waktu untuk diwujudkan. Bolehkah?

~ Wil Twilite ~

Tidak ada komentar: