Awan kelabu,
teduhkan pandang yang terbiasa menatap terik.. Adakalanya cuaca membahasakan
rasa yang terdalam.. Alam memahami kita..
Sejenak citraku
singgah di bentang langit. Cahaya mataku teduh terpantul mendung yang mengabu.
Peri di sana mengerlingkan matanya sekelebatan.
Adakah segumpal
rindu menyembul diantara gugusan mega...? Rindu yang kelabu, biarlah turun ke bumi
berupa hujan. Membasah di setiap inci tubuhmu.
Ada perahu kecil
melintasi mega, sang pembawa rinai hujan. Seorang perempuan mendayung sambil
melukis rona lembayung serupa pelangi, di sana...
"Maukah kau
ikut kedalam perahuku...? Ataukah terdiam di sana menanti rinai hujanku jatuh,
membasahimu, lalu semburat pelangi meneduhkan matamu...?"
Ramadhan, dan gulir
waktu.. Mengingatkanku, pada jejak-jejak senyuman, dan jejak-jejak basah air mata.. Kini
langkah menjauh silam, menjemput usia..
Sepasang sayap
pemikiran mengelana di lembah nan riuh, hiruk pikuk bising suara memaksa 'tuk
kenali ilmu yang hendak ditimba dalam berbuku-buku kisah.
Kutanggalkan
jubahku, kini ku membumi diantara ciptaanNya yang jauh dari peradabanku bernaung..
Serupa tanah, aku meliat diantara rerumputan..
Dan ia hanyalah
cinta, cahaya yang tak pernah padam.. ketika tiada, ia hanya redup sejenak, kemudian
pijar kembali.. dingin dan hangat seumpama cuaca.
Memahamimu bagai
menyelam palung terdalam dari bentang samudera, perahuku enggan menepi meski
ombak menggulung, sebab aku penakluk, seperti katamu..
~ Wil Twilite ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar