Malam semakin larut. Diamlah... Diam, dan duduklah mendekat padaku. Temaniku melihat malam. Malam dengan segala kemegahan yang tersembunyi, berselubung jubah tidur hitam para peri langit. Tak kasat oleh mata mereka yang hanya silau oleh cahaya, terbiasa oleh kicauan burung pagi dan rumput teki yang mati terik.
Dengar dengan jelas, suara jangkrik pemalu yang belajar menyanyi, tarian katak periang penjaga kerlip bintang biru, dan bunga-bunga bakung itu... tahukah kau bila mereka pandai bercerita...? tentang dongeng-dongeng tua kolam gelagah, kisah bermulanya negeri para peri yang membangun jalan dari untaian gemintang. Tiap bintang menyimpan kisahnya sendiri. Bertanyalah pada mereka, tak usah malu. Mereka akan bercerita lewat kerlipnya.
Ada pula Tuan Laba-laba yang biasa kusapa "Si Penyulam". Memang agak sedikit dingin dan pendiam, bila turun hujan ia berubah sedikit murung. Sebenarnya ia tak sedingin itu, bila pekerjaan menyulamnya tak terlampau banyak, ia 'kan turun menghias panggung malam dengan jelaga warna pelangi. Oooh.. ia tak sambil bersenandung tentunya. Ia bahkan tak pernah bersuara selama menyulam, menisik dan merekat. Dalam hening, ia berkarya.
Aku selalu menyukai malam. Menikmatinya dalam diam. Kutunggu hingga bulan beranjak dari duduknya, berjingkat dengan sepatu berlumpurnya ‘tuk bangunkan mentari. Mereka silih berganti menjaga hari.
Selamat malam, Semesta... dan tak ada yang namanya kehilangan, orang-orang datang dan pergi silih berganti, layaknya bulan dan mentari itu.
~ Wil Twilite ~
inspiring by Adik June... ^^